Menolak Menjadi Migran

Bentrok aparat dan warga di Pulau Rempang, Kepulauan Riau/Net
Bentrok aparat dan warga di Pulau Rempang, Kepulauan Riau/Net

MIGRAN didefinisikan sebagai penduduk yang melakukan perpindahan tempat tinggal melewati batas wilayah kelurahan/desa dalam kurun waktu lima tahun. Kemudian Menteri Investasi/BKPM memberikan istilah bergeser, bukan relokasi. 

Masalahnya pemerhati humanisme dalam urusan relokasi penduduk Pulau Rempang, terutama pemukim yang lama, kemudian menggunakan istilah bukan hanya relokasi.

Oposisi memberikan diksi sebagai kegiatan penggusuran paksa, pemaksaan untuk pindah, penjajahan, dan seterusnya untuk mengungkapkan kegiatan rutin serba menolak. Menerima investasi, namun menolak pergeseran.

Dalam istilah kependudukan adalah menolak fenomena keberadaan migran, bahkan menolak menjadi migran seumur hidup. Menolak pindah tempat tinggal. Menolak merantau. Menolak hijrah.

Lebih hebat lagi, pemerhati geopolitik menafsirkan investasi di Rempang sebagai pangkalan negara lain untuk mengamankan jalur sutra.

Badan Pusat Statistik untuk status migrasi seumur hidup di Kepulauan Riau, yang merupakan penduduk migran sebesar 43,4 persen per tahun 2021. Keberadaan para migran di Kepulauan Riau tergolong jauh lebih besar dibandingkan kondisi yang berstatus migran di Indonesia, yang sebesar 11,1 persen. Artinya, penduduk di Kepulauan Riau relatif hampir sama dengan penduduk asal.

Jadi, fenomena migran di Indonesia adalah menetap bukan migran, yaitu 88,9 persen. Implikasinya adalah respons masyarakat yang memilih menetap seumur hidup di Indonesia adalah mayoritas.

Tidak mengherankan, apabila proyek strategis nasional Rempang Eco City menghadapi tantangan penolakan untuk kegiatan migrasi, yang amat sangat luar biasa, sekalipun dari Pulau Rempang ke Rempang lainnya. Pindah desa. Pindah sementara dari Pulau Rempang ke kota besar Batam di pusat kota.

Persoalan terbesarnya adalah mengalami kesulitan merantau lokal. Merantau yang mungkin seumur hidup, dimana sebenarnya untuk kondisi migran di Kepulauan Riau semestinya mempunyai mobilitas perpindahan penduduk, yang jauh lebih tinggi berlipat-lipat dibandingkan karakteristik migran pada umumnya di Indonesia sebagaimana data statistik tersebut di atas.

Ditambahkan informasi bahwa migran netto di Kepulauan Riau sebesar 45,6 persen. Artinya, Kepulauan Riau khususnya Batam menjadi daya tarik migran yang sangat besar untuk masuk ke Kepulauan Riau.

Posisi migran netto di Kepulauan Riau tersebut sudah jauh lebih mencengangkan dibandingkan posisi migran netto di DKI Jakarta, yang sebesar 3,4 persen. Berdasarkan informasi kependudukan ini, masalah urbanisasi masuk ke DKI Jakarta sudah tidak sebesar masalah migran masuk ke Kepulauan Riau.

Mereka yang menjadi migran itu berumur 20-39 tahun dengan proporsi sebanyak 56,7 persen. Pendidikan migran cenderung lebih tinggi dibandingkan nonmigran.

Jadi, tantangan yang dihadapi pemerintah dalam merealisasikan investasi adalah melakukan penyuluhan yang lebih cocok untuk penduduk usia 40 tahun ke atas.

Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef); Pengajar Universitas Mercu Buana