Nasib Buruh di Tahun Politik

Aris Budiono/ist
Aris Budiono/ist

SEBENTAR lagi pesta demokrasi akan segera digelar. Para calon dari beberapa partai sibuk untuk mencari pendukung dan mencarisimpatik ke masyarakat agar dipilih dalam kontestan pemilu. Tim sukses dikerahkan untuk merancang strategi agar menang dalam kontes pemilu.  

Pertanyaannya siapapun yang  terpilih  dalam pesta demokrasi baik legeslatif maupun pilpres  apakah ada perubahan buat kaum buruh? jawabanya sudah tentu tidak. 

Beberapa kali ganti presiden nasib buruh tidak menjadi lebih baik, tetapi makin jauh dari kemkmuran. Bahkan kaum buruh dijadikan tumbal krisis. 

Pada tahun 2020 sepanjang masa-masa  berat pandemic covid -19 industri industri berskala besar dan padat karya yang mempekerjakan banyak karyawan  mengurangi pekerjaan dan menerapkan kebijakan efisensi yang ketat.

Banyak buruh yang di putus hubungan kerjanya  tanpa pesangon dan banyak  buruh yang dirumahkan tanpa diupah. Baru baru ini salah satu perusahaan sepatu di kabupaten Madiun  dinyatakan pailit oleh pengadilan niaga dan yang paling memprihatinkan adalah upah buruh selama 4 bulan belum dibayar, buruh tetap menjadi korban atau tumbal dalam krisis kapital sebuah perusahaan bahkan krisis kapital global. 

Dalam menanggulangi krisis global pemerintah telah menerbitkan uu cipta kerja dimana dalam undang undang tersebut banyak pasal yang  mengurangi hak-hak pekerja. Misalnya dalam hal pesangon, lagi dan lagi buruh dijadikan tumbal krisis. 

Pemerintah daerah berlomba lomba untuk mearik investor dengan mempromosikan upah murah agar investor mau menanamkan modalnya di daerah kekuasaannya tetapi ketika ada permasalahan kaum buruh dengan upah tidak dibayar mereka tidak bisa berbuat apa-apa.

Padahal saat pesta demokrasi atau pemilu suara kaum buruh sangat dirindukan. Kaum buruh hanya sebagai komoditas politik kaum borjuis, dimana partai partai sekarang dikuasai oleh kaum borjuis atau pemodal besar. 

Kita lihat saja apakah pemimpin partai ada dari kalangan kaum marginal atau buruh? Sudah tentu tidak ada. Sedangkan adanya Partai Buruh yang sekarang ini hanya sebuah legitimasi saja. Bagaimana tidak, Partai Buruh yang seharusnya mengakomodir kepentingan kaum buruh malah bersekutu dengan rezim yang membuat undang undang cipta kerja atau omnibuslaw. 

Pesta demokrasi yang akan digelar adalah demokrasi liberal yang melahirkan oligarki dan tehnokrasi. Bagaimana mungkin tuntutan rakyat banyak bisa terwakili dan digantikan segelintir orang yang menilai politik sebagai karier untuk menambang keuntungan pribadi? 

Sedangkan prinsip-prinsip demokrasi  seperti keterbukaan, kebebasan dan kompetisi juga telah dibajak oleh kekuatan modal. Yang disebut keterbukaan, hanya keterbukaan untuk berusaha bagi pemilik modal besar. Kebebasan artinya kebebasan untuk berinvestasi bagi perusahaan multi nasional, kompetisi dimaknai sebagai persaingan pasar bebas yang penuh tipu daya. dan media yang mereduksi partisipasi rakyat. 

Kelihaian media mengemas opini public membuat moralitas politik menjadi abu-abu, juga cenderung mengantikan partisipasi rakyat. Ini berujung pada semakin kecil dan terpinggirkannya partisipasi langsung dan kedaulatan langsung rakyat. 

Selama parlemen dikuasai oleh kaum borjuis atau pemodal atau para kapitalis maka mustahil kepentingan kaum buruh akan terakomodir.  Saat ini kita hidup dalam masyarakat kapitalis dimana dalam masyarakat kapitalis ada dua kelas masyarakat yang saling berseberangan atau saling kontradiksi yaitu kelas pemodal/borjuis dan kelas buruh. 

Kontradiksi kedua kelas tersebut bersifat antagonis, jadi sangat mustahil kaum buruh menitipkan nasibnya kepada kaum borjuis atau pemodal yang menguasai parlemen atau partai. Kaum borjuis  ingin berkuasa dengan tujuaan mengamankan modalnya dengan cara menerbitkan regulasi yang ujungnya kaum buruh  akan menjadi korban dari kebijakannya. 

Menurut hemat saya kaum buruh pada tahun politik harus lebih pandai dan cerdik, kaum buruh harus membuat partai sendiri yang mengakomodir kepentingan kaum buruh. 

Memang  membuat partai tidak semudah membalikan telapak tangan. Dengan cara yang kecil dulu yaitu membentuk serikat pekerja/buruh di tempat kerja atau dalam perusahaan.  Tugas dari serikat tersebut adalah mengorganisir dan membangun sebuah jaringan untuk menjadi federasi atau konfederasi. 

Dengan terbentuknya konfederasi yang mempunyai cabang cabang di tiap tiap daerah maka mendirikan sebuah partai akan lebih mudah. 

Dalam serikat pekerja harus ditanamkan visi dan misi yang jelas atau ideologi dari partai yang akan didirikan. Dengan partai buruh yang mandiri iuran bersumber dari anggota partai bukan dari sponsor atau kaum pemodal maka kepentingn kaum buruh akan terakomodir dan akan membawa kemakmuran bagi kaum buruh. 

Kaum buruh tidak lagi menjadi komoditas politik tiap 5 tahun sekali tetapi kaum buruh harus menjadi pemain politik untuk merubah nasib buruh menjadi lebih baik. Karena selama ini siapapun pemenang kontestan pemilu nasib buruh tidak mengalami perubahan yang lebih baik, upah tetap murah, system kerja tetap  kontrak dan outsourcing.

Ketua Serikat Buruh Madiun Raya