Di Balik Senyuman Palsu, Sisi Gelap Pembohong Bermuka Dua


DALAM kehidupan sosial, seringkali kita bertemu dengan orang-orang yang memiliki sifat bermuka dua. Mereka terlihat baik dan ramah di depan kita, namun di belakang kita, mereka berbicara buruk tentang orang lain dan tidak konsisten dalam tindakan mereka.

Orang-orang seperti ini cenderung memiliki sifat iri, dengki, dan sulit menghargai bantuan yang diberikan oleh orang lain.

Tidak hanya dalam kehidupan nyata. Dalam legenda dan mitologi, juga terdapat tokoh-tokoh pembohong bermuka dua yang terkenal. Salah satunya adalah Cleopatra, Ratu Mesir kuno, yang tidak hanya memiliki paras yang memikat, tetapi juga cerdas dan memanfaatkan itu semua untuk memperdaya pria-pria berkuasa. Kisahnya dengan Julius Caesar dan Mark Antony menjadi contoh nyata bagaimana Cleopatra menggunakan pesona dan kecerdikannya untuk kepentingan politiknya.

Namun, kecerdikan dan manipulasi Cleopatra tidak berakhir dengan bahagia. Ketika Julius Caesar meninggal, Cleopatra dengan cepat pindah hati ke Mark Antony, tetapi sebenarnya ia hanya menggunakan hubungan mereka untuk memperkuat posisinya di Mesir dan melawan kekuatan Romawi. Ketika Mark Antony kalah dalam pertempuran melawan Octavian, Cleopatra berkhianat dan mencoba bernegosiasi dengan Octavian. Hal ini membuat Mark Antony merasa dikhianati dan akhirnya mengakhiri hidupnya.

Legenda lain yang menyoroti bahaya pembohong bermuka dua adalah kisah Mahabharata, di mana terdapat tokoh Shangkuni yang terlibat dalam berbagai konspirasi dan rencana jahat untuk mencelakai Pandawa. Ia menggunakan kecerdikan dan pembohongannya untuk mencapai tujuan pribadi, tanpa memedulikan akibat yang ditimbulkan bagi orang lain.

Tidak hanya dalam legenda, dalam kehidupan nyata pun, orang-orang bermuka dua dapat menyebabkan kerusakan dan kekecewaan. Mereka sering kali membuat orang lain kesal dengan kebohongan. Mereka tidak menyadari bahwa kebohongan itu dapat merusak hubungan dan kepercayaan orang lain.

Ciri paling jelas dari orang bermuka dua adalah perilaku mereka yang baik di depan orang lain, tetapi buruk di belakang mereka. Mereka cenderung memiliki sifat iri, dengki, dan penuh dengan kecemburuan sosial. Mereka tidak bisa mengucapkan terima kasih atau menghargai bantuan yang diberikan oleh orang lain. 

Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering menjumpai orang bermuka dua. Mereka tidak memiliki prinsip dan tidak konsisten dalam tindakannya. Mereka hanya berpikir tentang bagaimana mendapatkan keuntungan dengan memanfaatkan situasi dan memperdaya kepercayaan orang lain.

Penelitian dalam bidang psikologi juga mendukung adanya fenomena pembohong bermuka dua. Menurut sebuah studi yang dipublikasikan dalam jurnal "Personality and Individual Differences", orang-orang dengan sifat bermuka dua cenderung memiliki tingkat kecerdasan sosial yang tinggi, tetapi juga memiliki tingkat kecenderungan untuk manipulasi dan pembohongan yang lebih tinggi daripada orang lain.

Sementara dalam sebuah penelitian yang dikutip oleh Current Opinion of Behavioral Science, tindakan berbohong terkait dengan aktivasi di bagian otak tertentu yang bertanggung jawab dalam mengatur emosi, perilaku, dan pengambilan keputusan seseorang. Hal ini menjelaskan mengapa seseorang yang berbohong terus melakukannya karena tidak ada lagi perasaan takut terhadap kebohongan.

Merujuk pada pendapat tersebut. Ternyata pepatah yang mengatakan, "sekali berbohong, maka harus mempersiapkan kebohongan berikutnya". Hal ini bukan hanya ungkapan semata, tetapi memiliki penjelasan ilmiah. Orang yang sering berbohong cenderung kecanduan dan terus melakukannya.

Oleh karena itu, sulit untuk mengajak orang yang sudah terlanjur memiliki kebiasaan tersebut untuk berlaku jujur. Jika pelaku ini adalah ternyata orang dekat dan kita sangat menyayangi. Niscaya perasaan kita akan bercampur aduk dan kacau balau.

Jangan mengambil resiko berhubungan dengan orang bermuka dua. Penting berhati-hati dan menghindari berhubungan golongan ini. Sebab mereka tak segan menghancurkan kehidupan orang lain. Dalam menghadapi orang-orang bermuka dua, perlu belajar untuk memaafkan dan melindungi diri sendiri. Tidak perlu terlalu memikirkan mereka atau terlibat dalam konflik yang tidak perlu. Lebih baik menjaga jarak dan fokus pada hubungan yang positif dan sehat. 

Dilihat dari sifatnya, orang yang suka berbohong dan bermuka dua termasuk dalam kategori munafik menurut pandangan agama. Hal ini sejalan dengan hadits Nabi yang menyatakan bahwa tanda-tanda seorang munafik adalah ketika berkata dia berbohong, tidak menepati janji, dan mengkhianati kepercayaan yang diberikan kepadanya.

*Wartawan Kantor Berita RMOLJatim.