Rekam Jejak Capres Anies Baswedan di Mata Internasional

Buku “Anies Baswedan, The Rising Star” karya Samsul Muarif/Ist
Buku “Anies Baswedan, The Rising Star” karya Samsul Muarif/Ist

AGAK berbeda dari pemilu tahun-tahun sebelumnya, Pemilu 2024 kali ini ditandai dengan terbitnya sebuah buku yang membahas salah satu pasangan calon presiden, Anies Baswedan. Kendati mengusung satu capres, buku yang berjudul "Anies Baswedan The Rising Star", sama sekali tidak bertendensi mengarahkan masyarakat, khususnya para pembaca, agar memilih Anies dalam pemilu pada hari-H nanti. 

Tertangkap tujuan di balik penerbitan buku ini hanya untuk memberikan satu perspektif dalam membaca tokoh Anies di tengah pusaran perpolitikan nasional, khususnya suasana menjelang pemilu. Perspektif itu adalah bagaimana media internasional menurunkan liputannya atas figur Anies.

Sorotan Luar Negeri

Sebagai negara besar yang kaya sumber daya alam dan mampu memainkan peran penting dalam kancah politik internasional, apapun yang terjadi di negara ini menarik media internasional. Kali ini media dari berbagai negara ramai menyorot Indonesia terkait dengan agenda nasional Pilpres 2024.

Pilpres ini menarik sejumlah pihak, bukan saja karena bernilai strategis sebagai wahana pergantian kepemimpinan nasional, melainkan lebih karena adanya tuntutan dari dalam dan luar negeri akan peran Indonesia yang prospektif, paling tidak dalam jangka pendek lima tahun mendatang.

Dalam liputan fokus mengenai proses pilpres ini, Radio Free Asian (RFA) (7/8/23) menyajikan laporan ihwal hubungan Indonesia-Tiongkok sebagai isu utama dalam pilpres 2024. Menurut RFA, dua dari tiga kandidat tampaknya cenderung pro-Beijing. Satu kandidat yang menang akan menerima beban berat menggantikan Joko Widodo yang telah menjalin hubungan akrab dengan Beijing [hlm 63-64].

Sorotan RFA ini terbilang sangat tepat mengingat kondisi objektif masyarakat Indonesia saat ini memang muak terhadap rezim Jokowi yang lebih berpihak kepada Tiongkok serta oligarki daripada kepada kepentingan nasional, hingga negeri ini mengalami banyak masalah dalam berbagai bidang ipoleksosbud dan terjebak dalam perangkap utang yang sangat memberatkan.

RFA lebih lanjut menyebut Anies skeptis terhadap politik luar negeri Tiongkok dalam persaingan perebutan pengaruh di Asia Tenggara dengan rival utamanya, Amerika Serikat. Di balik itu, Anies memahami adanya sentimen anti-Tiongkok di tengah masyarakat, dan politisi yang pro-komunis umumnya mengalami kekalahan dalam pemilu [hlm 64]. Tentu saja skeptisisme Anies itu tidak berarti ia akan merangkul AS untuk meraih kemenangan dalam pemilu ini dan dalam pemerintahan bila terpilih sebagai presiden.

Banyak dikupas secara implisit dalam buku ini, bahwa kecenderungan rezim Jokowi menjalankan kebijakan pro Tiongkok membuat negara-negara lain yang selama ini bermitra dengan Indonesia merasa tidak nyaman. Walau tidak secara terang-terangan, dunia Barat pada umumnya menghendaki tampilnya rezim baru dengan orientasi baru yang pro Barat atau setidak-tidaknya berimbang antara Timur dan Barat, apalagi Indonesia terkenal sebagai negara non-blok. Dari tiga paslon presiden, hanya Anies yang dinilai mampu menampilkan politik luar negeri non-blok.

Prabowo dinilai tidak berbeda dengan Jokowi cenderung pro Tiongkok karena tampilnya sebagai calon presiden atas dukungan Jokowi dan dipasangkan dengan anaknya Gibran Rakabuming Raka. Sehingga bila Prabowo terpilih dapat dipastikan akan melanjutkan kebijakan Jokowi. Akan halnya Ganjar, Ganjar sebagai kader PDIP diperkirakan juga akan menempuh politik luar negeri pro Tiongkok seperti ditempuh pemerintahan Jokowi yang dibenarkan oleh partai pengusungnya, PDIP.

Jurubicara Anies untuk urusan ekonomi internasional, Tom Lembong, menyatakan bahwa kita sering setuju dan sering tidak setuju dengan Tiongkok; begitu juga halnya dengan Barat [hlm 68-69].

Ini mengindikasikan bahwa bila terpilih Anies akan menjaga keseimbangan hubungan luar negeri dengan negara-negara lain yang bersahabat atas dasar kesamaan derajat.

Anies tidak mau didikte asing [Tiongkok] dan tidak mau juga didikte aseng [oligarki]. Anies sendiri menegaskan bahwa Indonesia perlu terus menjalin kerjasama dengan Tiongkok, Amerika Serikat, dan mitra lainnya seperti Uni Eropa, Australia dan Singapura [hlm 59].

Jefferson Ng Jin, Asscociate Research Fellow di RSIS [Rajaratman School of International Studies], merilis bahwa bila Anies terpilih ia yakin Anies akan merevisi kebijakan era Jokowi. Anies bertujuan membangun Indonesia atas dasar keadilan dan kesetaraan [hlm 50].

Menimbang Anies

Dari liputan media internasional dengan jelas dapat diketahui Anies digandrungi dunia internasional. Hal ini ditandai selama menjabat sebagai Gubernur DKI aktivitas politiknya banyak berhubungan dengan dunia internasional. Misalnya, bermitra dengan pihak luar negeri Anies mengembangkan Jakarta sebagai kota bersih dengan sistem transportasi umum bertenaga listrik. Anies juga diundang Perserikatan Bangsa-Bangsa [PBB] untuk menyampaikan pandangannya tentang perubahan iklim global. Lengser dari jabatannya, Anies terus berinteraksi politik dengan pejabat dan pemimpin negara-negara Barat [hlm 33-38].

Di mata banyak orang, Anies dikenal sebagai sosok yang cerdas dan berpandangan luas. Sikap sopan dan kefasihannya dalam berbahasa Inggris tak diragukan menjadi aset pribadinya yang menarik perhatian. Maka, tidak mengherankan bila Anies kerap diundang berbagai organisasi dan komunitas ke Amerika Serikat dan Inggris sebagai pembicara dalam forum-forum internasional untuk dimintai pandangannya [hlm 58-59], antara lain forum sangat bergengsi Bloomberg CEO Forum [hlm 35].

Jika Anies bisa diterima para pemimpin Barat tak kecuali AS, itu bukan sinyal Anies minta dukungan melainkan kepiawaian Anies dalam menjalin hubungan dan berkomunikasi. Kelebihan Anies yang tidak dimiliki dua paslon lainnya ini memungkinkannya untuk tampil sebagai presiden yang menjanjikan perdamaian dan kesejahteraan.

Tatkala menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Anies memimpin partisipasi negara dalam pameran buku terbesar di dunia [di Frankfurt] dengan melibatkan sejumlah tokoh seniman dan budayawan serta penulis [hlm 225]. Tentu saja masih banyak contoh lain mengenai kiprah politik internasional Anies yang menyejukkan yang tak mungkin disebut satu persatu di sini. Yang jelas, inilah sisi rekam jejak Anies yang jauh berbeda dari dua paslon lainnya.

Berpeluang Menang

Suasana kebatinan dalam Pemilu 2024 ini menunjukkan kondisi psikologis buruk mayoritas rakyat Indonesia yang penuh dengan kekecewaan dan kemuakan terhadap rezim Jokowi. Ini mencuat pertama kali sejak Prabowo mengecewakan dengan meninggalkan massa pemilihnya saat menerima jabatan Menteri Pertahanan.

Kekecewaan itu kemudian bertabur kemuakan terhadap kentalnya kebijakan Jokowi bermitra dengan Tiongkok komunis yang tidak sesuai dengan aspirasi rakyat. Rakyat bertambah kecewa dengan pencapresan Prabowo yang didukung Jokowi dan dipasangkan dengan Gibran, anak Jokowi, sebagai cawapres. Ini jelas-jelas menunjukkan pola politik dinasti yang bertentangan dengan semangat reformasi dan demokratisasi.

Begitu juga tampilnya Ganjar-Mahfud kurang lebih sama dengan Prabowo-Gibran. Biar bagaimanapun gagasan dan manuver politik yang dipertontonkan, rakyat Indonesia memandang Ganjar-Mahfud sebagai pewaris jika tidak pernah menjadi anak buah yang sehaluan politik dengan Jokowi. Inilah garis besar suasana kebatinan yang paling mendasar yang melingkupi proses pemilu kali ini. Tak pelak lagi, rakyat Indonesia sangat berharap pada perubahan, dari tiga paslon itu hanya Anies (Amin) yang dinilai paling besar menjanjikan perubahan.

Pada sisi lain, Anies juga terbilang sebagai tokoh yang sangat berpengaruh. Hal ini antara lain ditandai dengan pernyataan David Miller, mantan walikota Toronto, “Anies Baswedan, anda telah berhasil mempengaruhi PBB (saat menyampaikan pandangan anda) dalam waktu 2 menit, bayangkan bila anda dberi waktu 4 menit.”

Selanjutnya, Antonio Gutteres, Sekjen PBB, menanggapi pandangan Anies, “Saya hanya hendak mengatakan bahwa kami sepenuhnya sependapat dengan saran anda. Kami akan berkerja dengan sebaik-baiknya dalam tim negara dan tim lembaga untuk mendukung sepenuhnya pikiran anda, dengan lembaga advokasi global dan seluruh pemerintahan untuk mengerjakan apa yang anda mintakan kepada kami untuk dikerjakan.” [hlm 48].

Sementara itu, The Conversation.com merilis hasil penelitian yang menunjukkan citra politik Anies yang sangat positif di mata mayoritas masyarakat. Masyarakat menilai Anies sebagai sosok yang cerdas, sopan, tegas, religius, dan prestisius. Hasil lain dari penelitian itu menunjukkan Anies mendapat dukugan masyarakat paling banyak dari dua kandidat lainnya jelang pilpres 2024 ini [hlm 42].

Peter Hatcher, editor politik internasional The Sydney Morning Herald merilis bahwa posisi Anies cukup baik dalam kontestasi pencapresan ini. Pasca sukses selama menjabat Gubenur DKI Jakarta, peringkatnya berada pada posisi teratas. Anies satu dari tiga kandidat yang paling mampu bersaing dan satu dari dua.

Penulis adalah wartawan senior

Artikel ini adalah resensi dari buku “Anies Baswedan, The Rising Star” karya penulis yang akan diluncurkan di Jakarta, 29 Januari 2024