Tiga tersangka dugaan korupsi prasarana, sarana, dan utilitas umum (PSU) PT Puri Larasati Propertindo (PLP) Kota Madiun dilimpahkan ke Jaksa Penuntut Umum (JPU).
‘’Saat ini tahap II penyerahan tersangka dan barang bukti dari jaksa penyidik ke jaksa penuntut umum,’’ kata Kasi Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Kota Madiun, Arfan Halim, Kamis (30/1).
Ketiga tersangka tersebut Mantan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Madiun Sudarmadi, Direktur PT Puri Larasati Propertindo (PLP) Hans Sutrisno, dan Manager Operasional PT PLP Tommy Iswahyudi.
Arfan menjelaskan setelah pelimpahan ketiga tersangka ditempatkan di Rutan Kelas I Surabaya untuk memudahkan proses persidangan nanti.
‘’Untuk jadwal sidang menunggu penetapan Pengadilan Tipikor Surabaya. Mulai kapan agenda sidang dan siapa hakimnya,’’ jelasnya.
Beberapa waktu lalu kejaksaan juga memeriksa mantan komisaris PT PLP Soni Hendarto. Pengusaha tajir Kota Madiun ini diperiksa sebagai saksi untuk melengkapi berkas tiga tersangka tersebut.
Karena nama Soni Hendarto muncul dalam keterangan tersangka dan saksi lainnya. Tidak menutup kemungkinan adanya tersangka lain berdasarkan hasil sidang nanti.
Kasus tindak pidana dugaan korupsi (tipikor) ini bermula ketika pihak PT PLP mengajukan permohonan pengembangan perumahan. Lokasinya di Jalan Pilang AMD, Kelurahan Kanigoro, Kecamatan Kartoharjo.
Saat itu, PT PLP mengajukan site plan membangun 38 unit rumah. Namun, Pemkot Madiun hanya menetapkan 35 unit rumah yang diperbolehkan untuk dibangun.
Hal itu sesuai dalam Surat Keterangan Rencana Kota (SKRK) dan sisanya lahan untuk PSU berupa ruang terbuka hijau (RTH).
Persoalan muncul ketika pihak pengembang mengajukan permohonan pemisahan atau pemecahan sertifikat tanah dan izin mendirikan bangunan (IMB) di Kantor BPN Kota Madiun.
Diduga pengembang sengaja memanipulasi data dalam dokumen dengan tetap menggunakan site plan versi pengembang untuk 38 unit rumah.
Kantor BPN Kota Madiun menyetujui permohonan dari pengembang dengan menerbitkan 38 Surat Hak Guna Bangunan (SHGB).
Padahal, dalam ketentuan Peraturan Kepala BPN 1/2010 mensyaratkan permohonan untuk menerbitkan pemecahan SHGB harus sesuai site plan yang ditetapkan oleh pemerintah.
Akibatnya, lahan yang seharusnya untuk PSU berupa RTH dikomersilkan pihak pengembang demi keuntungan pribadi. Yakni, membangun serta menjual tiga unit rumah di atas lahan yang seharusnya dialokasikan untuk RTH.
Pengembang lantas memperoleh keuntungan senilai Rp 1 miliar dari hasil penjualan unit rumah tersebut.
Pihak pengembang mencoba menyerahkan PSU sepanjang 2016–2021, tapi pemkot menolak karena tidak sesuai site plan.
ikuti terus update berita rmoljatim di google news