Langkah Walikota Tri Rismaharini dengan mempercepat pembangunan demi meningkatkan kesejahteraan masyarakat Surabaya hingga dipandang dunia internasional dipastikan akan terhambat.
- Sosialisasi Makan Bergizi Gratis di Tulungagung, Perlunya Kombinasi Makanan untuk Mencukupi Kebutuhan Asupan
- Gelar Salawatan, Bupati Banyuwangi Berharap WSL di Pantai Plengkung Lancar dan Sukses
- Angka Pengangguran Tinggi, Bupati Gresik Panggil Sejumlah Perusahaan
"Draft neraca PAD kota Surabaya pada APBD 2020 komposisi penyusunannya dipandang masih belum mencerminkan spirit yang berimbang dengan semangat Wali Kotanya. Angka yang dipatok masih terkesan pesimis, minimalis, penuh keragu-raguan bahkan menimbulkan kecurigaan kami yang di dewan, bahwa masih ada potensi sumber-sumber penghasilan yang masih disembunyikan," ungkap Wakil Ketua DPRD Surabaya, AH Thony pada Kantor Berita , Jumat (11/10).
Bahkan lanjut AH Thony, agar tidak ada kesalahan angka, pihaknya memberikan tawaran kenaikan PAD yang bisa dipatok pada angka realistis, yaitu mencapai Rp 10 trilliun.
"Konfigurasi angka dalam neraca pendapatan pada APBD 2020 ini secara kwantitatif memang sudah ada peningkatan, tapi kenaikannya terasa masih belum mengesankan. Hal itu sangat nampak, bila kita membaca dan mengkomparasikan secara seksama target PAD yang dipatok hanya pada sektor PBB (pajak bumi dan bangunan), retribusi reklame, restoran, hotel, hiburan, parkir, pemasangan PJU, bea perolehan hak atas tanah dan bangunan, retribusi daerah dan retribusi daerah dari kekayaan daerah," jelasnya.
Thony juga menambahkan, keragu-raguan Pemkot Surabaya dalam menggali PAD ini dapat terlihat dalam beberapa sektor yang kurang mendapat perhatian serius sehingga hasil yang diperoleh tidak maksimal.
"Pada neraca yang telah di sodorkan kepada kami, ada kenaikan yg cukup fantastis yaitu mencapai pada angka10 persen, tapi disisi lain ada yg hanya naik tidak sampai 2 persen, harapan kami sektor ini bisa di dongkrak lagi," imbuhnya.
Ia menjelaskan, untuk PAD dari PBB naiknya 10 persen, sementara dari sektor parkir, restoran dan lain-lain kenaikannya masih jauh dari harapan. Seperti pajak reklame masak kenaikannya cuma 1,98 persen, pajak hotel naik 9,5 persen, pajak hiburan 9,2 persen, pemasangan PJU 2,3 persen, bea perolehan hak atas tanah dan bangunan 0,38 persen, retribusi hasil pengelolaan kekayaan daerah 7,7 persen dan retribusi daerah 2,3 persen.
"Padahal pertumbuhan dunia usaha disektor itu sekarang nampak sangat bergairah," tegasnya.
Terhadap peningkatan PAD dari sektor PPB yang cukup besar ini justru dinilai Thony sebagai kebijakan yang miskin inovatif, karena ia menduga peningkatan itu tidak dicapai melalui usaha yang berkeringat, tapi hanya dicapai dengan cara meningkatkan angka NJOP sebagai pembilang penghitungan PBB.
"Hal itu sebagaimana bisa kita lihat dari SPPT yang disampaikan kepada masyarakat. Kalau dugaan itu benar, maka saya meminta kepada eksekutif untuk dilakukan kajian ulang. Sebab trend peningkatan. pendapatan dengan gaya ini ujung-ujungnya hanya membebani masyarakat," paparnya.
Jika pihak eksekutif memandang langkah kebijakan di ranah PBB itu sudah tepat, maka dirinya berharap ada mekanisme untuk memberi ruang bagi masyarakat yang tidak mampu dengan cara memperoleh restitusi.
"Kalau ruang restitusi ini dianggap menghalangi niat baik eksekutif dan dapat mengurangi potensi PAD, tapi kalau kreatif bisa saja menutup berkurangnya pendapatan itu dari sektor lain seperti dari sewa IPT (izin pemakaian tanah) dan surat ijo, kan itu bisa di optimalkan juga," pungkasnya.[aji]
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Jumlah Perguruan Tinggi Selama Dua Periode Said Aqil Mengalami Peningkatan
- RPH Surabaya Gagas Rumah Potong Unggas di Kedurus
- Wali Kota Eri Cahyadi Ingin Wujudkan Padat Karya Wisata dan Peternakan di Surabaya