Bawa Jenazah Harus Bayar Rp 8,7 Juta, KRPK: Ulah Bandit Anggaran Covid-19!

Kasus pungutan rumah sakit swasta di Kabupaten Blitar terhadap keluarga pasien yang terpapar Covid-19 senilai Rp 8,7 juta untuk membawa jenazah ayahnya dan kemudian hasil swab dinyatakan negatif, disoroti sejumlah kalangan.


Aktivis Komite Rakyat Pemberantas Korupsi (KRPK), LSM anti korupsi jaringan ICW (Indonesia Corruption Watch) di Jawa Timur, Moh Trijanto menduga, kasus tersebut bukan yang pertama kali.

Menurutnya masih banyak kasus lain yang tidak terekspos di mana keluarga pasien takut untuk melaporkan hal tersebut.

“Saya yakin banyak korban seperti ini tapi nggak berani berteriak,” ujar Trijanto pada Kantor Berita RMOLJatim, Kamis (23/7).

Trijanto menilai, selama ini penanganan Covid-19 di sejumlah rumah sakit telah dimanfaatkan sepihak oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab.

“Diduga ada kapitalisasi di tengah pandemik Covid-19. Ulah bandit anggaran Covid-19 harus dibuka lebar. Pasti banyak korbannya,” ujarnya.

Lanjut Trijanto, saat ini rakyat berhak tahu anggaran yang diperuntukkan untuk penanganan pandemik Covid-19.

“Rakyat harus tahu berapa angaran Covid-19 untuk pengobatan, pemakaman, karantina dan lainnya. Harus dibuka dipublik secara transparan,” tuturnya.

Trijanto menyebut pemerintah menggelontorkan dana pemulihan ekonomi nasional dari dampak corona sebesar Rp 677 triliun, naik dari sebelumnya Rp 641,17 triliun. Dan untuk anggaran kesehatan Covid-19 sendiri total alokasi Rp 87,55 triliun.

Namun Trijanto juga mempertanyakan apakah dana tersebut sudah tepat peruntukannya. Pasalnya Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto mengatakan realisasi anggaran yang terserap masih 5,12 persen. Artinya jumlah pasien masih sedikit.

"Dalam kasus yang dialami warga Blitar, tidak sepantasnya pihak rumah sakit membebani biaya pada pasien apalagi jika memang disebut terpapar Covid-19. Itu namanya pungli. Bukankah dalam situasi darurat bencana pandemic, semua biaya Covid sudah ditanggung negara? Kenapa masih ada warga yang dipungut biaya?" Terang Trijanto.

Trijanto juga menjelaskan, Pemkab Blitar sebenarnya bisa melakukan refocusing APBD 2020 untuk penanganan Covid-19.

Sebab dari informasi yang didapat, total refocusing untuk penanganan Covid-19 di Kabupaten Blitar mencapai Rp64,6 miliar yang semuanya dipusatkan di Dinas Kesehatan Kabupaten Blitar. Dengan adanya kasus pungutan ini, imbuh Trijanto, ada indikasi data pasien Covid-19 yang dilaporkan ke pusat berpotensi dimainkan.

"Bisa jadi laporan kasus positif Covid-19 di daerah sengaja diperbesar agar anggaran pusat yang cair juga besar. Kalau betul begitu artinya ada uang negara yang dirampok," tegasnya.

Seperti diberitakan Kantor Berita RMOLJatim sebelumnya, Rudi Handoko, warga Kelurahan Garum, Kecamatan Garum, Kabupaten Blitar dipaksa membayar Rp 8,7 juta saat hendak membawa pulang jenazah ayah mertuanya yakni Abdul Aziz, di salah satu rumah sakit swasta di Kabupaten Blitar.

Yang lebih tragis, usai pemakaman jenazah, Rudi dan keluarga diminta menjalani isolasi mandiri. Selama karantina mandiri Rudi sekeluarga tidak mendapatkan bantuan apa-apa.

Setelah karantina, Rudi dan keluarga menjalani rapid test dengan hasil nonreaktif. Untuk hasil swab test almarhum Abdul Aziz dinyatakan negatif.

Kejadian ini tidak serta merta selesai. Pasalnya, Rudi sekeluarga terlanjur dicap masyarakat terpapar Covid-19. Seluruh keluarganya dikucilkan oleh masyarakat.

“Selama karantina kami dikucilkan warga. Selama itu kami juga tidak mendapatkan apa-apa. Katanya ada bantuan, ternyata sama sekali tidak ada. Kami tidak pernah didatangi pemerintah, tidak pernah dicek kesehatan, tidak pernah diperiksa,” keluh Rudi.

Rudi meminta pihak-pihak terkait agar bijak dalam membuat aturan protokol kesehatan. Kalau asal-asalan seperti itu, yang dirugikan masyarakat.

“Kami berharap agar pemerintah melek dengan kejadian ini. Kalau sampai semua pasien yang sakit dinyatakan Covid-19 dan pihak keluarga yang menanggung akibatnya, terus langkah pemerintah seperti apa. Apakah kalau kami dikarantina, ada bantuan dari pemerintah. Kalau karantina adakah yang memberi makan ternak kami. Mereka tidak sampai mikir sampai situ,” kritik Rudi.

ikuti terus update berita rmoljatim di google news