Beredar surat perintah penyelidikan (Sprindik) OTT Komisioner KPU Wahyu Setiawan bernomor 146/01/12/2019 dan ditandatangani 20 Desember 2010 oleh Agus Raharjo.
- PDIP Minta PPATK Bongkar Dugaan Transaksi Mencurigakan di Masa Kampanye
- Kota Probolinggo Dapat Dana Insentif 10,4 M dari Pemerintah Pusat
- Surabaya Ditunjuk Jadi Tuan Rumah Munaslub APEKSI 2025, Wali Kota Eri Cahyadi Nyatakan Siap!
Pengamat politik dari Indonesian Publik Institute (IPI), Karyono Wibowo menyebut bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus segera klarifikasi perihal tersebut.
"Saya kira perlu klarifikasi terkait sprindik OTT terhadap komisioner KPU itu. Itu kan tertanggal 20 Desember dan di tandatangani ketua KPK Agus Raharjo. Itu patut diduga ada upaya untuk menghindari izin Dewas KPK," ujar Karyono kepada wartawan dilansir Kantor Berita Politik RMOL, Sabtu (10/1).
Jika sprindik KPK yang beredar itu benar adanya, menurutnya, hal itu dapat menimbulkan persepsi negatif bagi KPK. Publik akan menyimpulkan seolah-olah ada target lain di balik upaya penegakan hukum.
Karyono mengatakan, beredarnya surat yang mirip sprindik dari institusi KPK terkait kasus suap komisioner KPU tersebut menambah rentetan peristiwa dugaan bocornya Sprin lidik yang pernah terjadi sebelum-sebelumnya.
Namun demikian, lanjutnya, kasus OTT komisioner KPU ini memang harus diproses karena sudah ada minimal dua alat bukti.
Karyono menambahkan, penegakan hukum merupakan suatu keniscayaan dan pemberantasan korupsi harus dilakukan. Namun, kata dia, sebagai lembaga penegak hukum, KPK tak boleh melakukan manuver layaknya partai politik.
"KPK jangan melakukan manuver politik dalam penegakan hukum. OTT KPK jangan sampai cacat prosedur atau cacat admistrasi," pungkasnya.[aji]
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Eri Cahyadi Dipastikan Daftar Cawali Surabaya Lewat DPP
- Tersandera Berita Imajinatif, Natalius Pigai Sarankan Abraham Samad Cs Minta Maaf Terbuka ke Firli Bahuri
- Hendi Satrio: Tujuan Reformasi Untuk Batasi Presiden Terpilih 2 Kali, Yang Ingin Lebih Diduga Antek Orde Baru