KASUS Jiwasraya kembali menjadi headline sejak beberapa waktu ini karena diberitakan bahwa jiwasraya menanggung kerugian sebesar Rp 15 triliun lebih dan ternacam gagal bayar premi lebih dari Rp 30 triliun.
- Tersangka 2 T
- Titik Buta MCS, Potensi Kerugian Negara Mencapai Rp 349 T
- Skenario Kudeta Konstitusi
Namun bagi sebagian orang yang sudah tahu bahwa Jiwasraya sudah mulai bermasalah sejak sekitar 13 tahun lalu dengan kerugian awal sekitar Rp 3 triliun dan penyelesaiannya berlarut larut, menganggap bukan sesuatu yang aneh karena bow waktu tersebut sudah ditanam dalam waktu yang sangat lama.
Saat ini saat berita mengenai kerugian fantastis tersebut viral maka telah menjadi perhatian seluruh masyarakat, apalagi sejak Menteri Erick Thohir menyampaikan terbuka ke publik.
Maka mau tidak mau bom waktu tersebut harus dimatikan agar tidak meledak dan bukan hanya mencelakakan nasabah, pegawai tapi juga akan mencederai kepercayaan publik dan menambah luka keuangan negara.
Penyelamatan Jiwasraya harus dilakukan secara komprehensif dan tuntas dan jangan hanya memerikan obat analgesik semata yang hanya sebentar meredakan nyeri tapi kankernya semakin akut.
Jumlah BUMN di bidang jasa keuangan (perbankan, lembaga keuangan non bank, asuransi) sekitar 16 BUMN belum termasuk anak dan cucu usahanya yang mungkin jumlahnya juga bisa melebihi 100 perusahaan.
Total Asset seluruh BUMN bidang keuangan bisa mencapai lebih dari Rp 3.400 triliun rupiah, sedangkan total asset BUMN dibidang asuransi mencapai sekitar Rp 110 triliun (9 BUMN Asuransi baik jiwa, reasuransi maupun asuransi umum termasuk Jiwasraya).
Laba BUMN perbankan di tahun 2018 sekitar 75-80 triliun rupiah sedangkan total laba BUMN asuransi sekitar Rp 3.5 triliun rupiah dan itu belum termasuk dengan laba BUMN bidang pembiayaan dan investasi.
Menteri Erick merencanakan untuk melakukan restructuring Jiwasraya dalam rangka penyelematan jiwasraya terutama menyelamatkan dana nasabah yang ditempatkan di Jiwasraya.
Aksi korporasi tersebut akan dilakukan salah satunya dengan membentuk holding BUMN asuransi sehingga nilai BUMN holding tersebut akan menjadi besar mencapai lebih dari Rp 110 trliun rupiah apabila dikonsolidasikan.
Tentu saja aksi korporasi tersebut harus diikuti dengan negosiasi ulang dengan nasabah mengenai imbal hasil dan jatuh temponya, restrukturisasi pinjaman, restrukturisasi biaya dan sebagainya.
Dengan harapan setelah dilakukan holdingisasi maka struktur modal akan semakin kuat, aset juga menjadi besar dan memudahkan apabila diperlukan penambahan modal melalui private placement ataupun IPO, melakukan pinjaman atau mendapatkan dana talangan.
Tentu saja aksi korporasi tersebut tetap harus dilakukan dengan prudent, hati-hati dan juga cepat agar meminimalisir ekses negatif bagi investasi baik dimata dunia maupun dalam negeri.
Corporate restructuring yang dilakukan ditahap awal tersebut tentunya tidak akan langsung menyelesaikan masalah Jiwasraya dalam sekejap, akan memerlukan waktu penyelesaian paling sedikit 3-5 tahun mengingat masalahnya sudah sangat lama dan melibatkan dana nasabah yang sangat besar belum lagi liabilities yang lainnya.
Karena secara bisnis maupun hukum Jiwasraya tersebut sudah bangkrut sejak lama karena rasio kecukupan modalnya minus 850% dan bahkan mungkin lebih.
Mungkin saja pemerintah perlu mempertimbangkan untuk sekaligus membentuk Holding Keuangan (operating holding atau hanya investment holding) dengan membawahi 3 sub holding yaitu sub holding perbankan (khusus bank saja), sub holding lembaga keuangan non bank (lembaga pembiayaan/finance companies, Modal Ventura, Fund/investment management), sub holding asuransi (re-asuransi, asuransi jiwa dan asuransi umum).
Apabila Holding keuangan ini dibentuk maka asetnya akan sangat besar bisa mencapai Rp 3.500 triliun dengan kapitalisasi yang juga sangat besar, sehingga langkah penyelamatan jiwasraya ataupun anak usaha holding lainnya yg bermasalah akan lebih mudah dilakukan.
Karena size dan valuasi holding keuangan tersebut nilainya puluhan kali lipat dari sub holding asuransi tersebut dan bahkan mungkin cukup melalui transaksi inter company account saja untuk sementara. Wallahualam.
Apapun juga aksi korporasi yang akan diambil tentunya setelah melalui assesment dan kajian yang komprehensif dan hati2 termasuk evaluasi terhadap anak dan cucu usaha BUMN.
Kedepannya perlakuan hukum dan korporasi terhadap anak usaha/cucu BUMN haruslah sama dengan BUMN karena tetap menggunakan uang negara walaupun penyertaan modalnya tidak langsung.
Sehingga dalam melakukan restrukturisasi BUMN sebaiknya dilakukan secara komprehensif dan holistik, jangan lagi parsial atau sekedar memadamkan api secara lokal apalagi hanya sekedar window dressing laporan keuangan.
Mari kita percayakan pembenahan menyeluruh dari BUMN kita dan dukung yang dilakukan Menteri Erick dan pemerintah, dan untuk kasus Jiwasraya ini "Bom Waktu" bisa dinonaktifkan atau setidaknya bisa dilokalisir dan diminimalisir dampak ledakannya.
Kita harapkan aksi korporasi yang akan dilakukan untuk penyelamatan Jiwasraya tersebut harus mementingkan hak nasabah terlebih dahulu dan bukan untuk menyelamatkan pihak-pihak yang telah memasang bom waktu tersebut dari jeratan hukum.
Dr. Andi Desfiandi, SE,. MA
Ketua Bidang Ekonomi Bravo Lima
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Resonansi Anies dan Reaksi Oligarki
- Pembunuhan Subang Buntu, Dukun pun Bicara
- Transformasi Akuntansi 5.0