Kaum buruh menolak rencana kenaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
- BerGanjar Siap Rebut Dukungan Netizen Lewat Konten Digital
- Hasto Ancam Buka Video Kejahatan Pejabat Negara, PKS: Gelar Tikar, Nobar Sambil Ngopi
- Muslim Sebut Luhut Tetap "Dipelihara" Jokowi untuk Hadapi Megawati dan PDIP
Menurutnya, defisit anggaran BPJS Kesehatan adalah bukti ketidakmampuan managemen BPJS dalam mengelola penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Oleh karena itu, tidak seharusnya kegagalan direksi itu dibebankan kepada rakyat dengan menaikkan iuran.
Lanjut Iqbal, yang seharusnya dilakukan adalah menambah kepesertaan BPJS Kesehatan dan menaikkan besarnya iuran untuk Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang dibayarkan oleh pemerintah.
Selain itu, pemerintah juga harus memastikan 5 persen dari APBN dan 10 persen dari APBD (sesuai UU Kesehatan) untuk anggaran kesehatan dialokasikan untuk BPJS Kesehatan.
"Cash flow anggaran juga harus diperhatikan. Termasuk sistem INA-CBG's dan kapitasi perlu dikaji kembali, sebab disitu banyak potensi kebocoran dan penyelewengan," tegas Iqbal dilansir Kantor Berita Politik RMOL, Sabtu (31/8).
Pemerintah mengusulkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan mulai 1 Januari 2020.
Kelas Mandiri I naik 100 persen dari Rp8 0 ribu menjadi Rp160 ribu per peserta per bulan. Lalu, iuran kelas Mandiri II naik dari Rp 59 ribu menjadi Rp 110 ribu per peserta per bulan. Kemudian, iuran kelas Mandiri III naik Rp 16.500 dari Rp 25.500 menjadi Rp 42 ribu per peserta per bulan.[aji
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Pasangan OK Didukung Semua Partai, Pilkada Ngawi Berpotensi Lawan Kotak Kosong
- MK Tolak Gugatan Mahasiswa NU Soal Batas Usia Capres-Cawapres
- Roy Suryo Minta KPK Tiru Pengusutan Mario Dandy Pada Kasus Kaesang