Sri Suyati Sidharta (82), Senin depan (23/3) berharap bisa menang pada sidang perdata di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya atas sengketa lahan rumahnya di Jalan Ketintang Blok A nomor 1 yang digusur Polda Jatim.
- KPK Periksa Politisi PDIP Herman Hery Terkait Bansos
- Cerita Tersangka SN yang Bunuh Ibu Kandung Menangis dan Sempat Desak Polisi Tangkap Pelaku
- Penyuap Mantan Bupati Tulungagung Divonis 3,5 Tahun Penjara
"Kalau dilihat dari perjalanan awal bagaimana saya mendapatkan rumah ini dan bagaimana menilik aturannya, seharusnya saya bisa menang nanti," kata Sri saat ditemui di rumahnya, Kamis (19/3).
Sebelumnya, Sri menggugat Polda Jatim, dan Badan Pertanahan Nasional Surabaya 1, setelah bangunan yang ditempati dari lahan kosong miliknya akan digusur.
Ia pun menceritakan, pada awalnya suaminya bernama Sidharta Hadiwidjojo seorang perwira menengah polisi sekaligus pejuang veteran 45, menempati rumah dinas di Jalan Ketintang pada tahun 1968.
"Rumah dinas itu milik negara, bisa dibeli, dengan catatan harus ada pengajuan dan menempati selama 20 tahun. Tetapi, suami saya belum pensiun, jadi belum bisa membeli," ujarnya.
Seiring berjalannya waktu, keluarga Sidharta menempati lahan kosong milik negara seluas 300 meter lebih di sebelah rumah dinas.
Sebagai pemilik bangunan dan menempati lahan lebih dari 20 tahun, lanjutnya, secara aturan mempunyai hak prioritas untuk mengajukan ke negara.
"Dalam perjalanannya, suami saya meninggal. Kami berupaya mengajukan permohonan untuk membeli rumah tersebut, tetapi kami dibikin ribet," kata Siti.
Hingga pada akhirnya, rumah dinas itu diambil alih oleh Polri dengan dalih untuk dipakai gedung IT.
"Okelah, kami sekeluarga merelakan kalau dipakai untuk keperluan Polri meski tanpa ada ganti rugi atau ganti untung. Kenyataannya, malah dipakai Polri untuk lapangan sekolah Yayasan Bayangkari. Ini menyalahi aturan, karena yayasan itu bukan milik Polri," kata Sri.
Pada akhirnya keluarga Sri masih tetap tidak mempermasalahkan. Tetapi, yang menjadi masalah, lahan kosong milik negara yang ia tempati (bukan rumah dinas) yang dalam proses pengajuan hak milik, mendadak juga akan dicaplok oleh Polda Jatim.
"Rumah itu tiba-tiba diukur oleh Polda Jatim dan BPN tanpa melibatkan pemilik. Itu tahun 2017. Saya herankan, kenapa tiba tiba Polri punya surat hak bangunan? Aneh sekali. Lahan rumah yang kami bangun dengan uang pribadi dan kami tinggali itu, tanpa kami ketahui, tanpa melibatkan kami sebagai penghuni di dalamnya," lanjutnya.
Harusnya, jika masuk dalam ruang tata kota, ada ganti untung yang sesuai dari perdamaian yang diajukan. "Dan lagi, urusannya kan dengan Pemkot. Bukan polisi," tutupnya.
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Eny Rustiana, Eks Kepala SMK Baiturrohmah Wringinagung Jember Dituntut 9 Tahun Penjara
- Lagi, Dana Hibah Pemkot Surabaya Disorot Aparat Penegak Hukum
- Kasus Dugaan Penistaan Agama Panji Gumilang, Polri Pastikan Tetapkan Tersangka