Keputusan Presiden Rusia Vladimir Putin untuk meluncurkan "Operasi Militer Khusus" ke Ukraina merupakan hasil kekecewaan terhadap Barat.
- Gedung Putih Tuding Korea Utara Kirim 3.000 Tentara ke Rusia untuk Perang Dengan Ukraina
- Rusia Mendesak Warganya Segera Tinggalkan Israel
- Rusia Berpeluang Dirikan Kampus Nuklir di Indonesia
Berbulan-bulan sebelum operasi militer dimulai pada 24 Februari, Rusia telah berusaha mendapatkan jaminan keamanan dari Amerika Serikat (AS) dan NATO.
Putin meminta NATO untuk memulai pembicaraan substantif tentang jaminan keamanan jangka panjang bagi Rusia. Dia menekankan, Rusia membutuhkan jaminan yang mengikat secara hukum karena selama ini Barat telah gagal memenuhi komitmen secara verbal.
Namun menurut Duta Besar Rusia untuk Indonesia, Lyudmila Vorobieva, pembicaraan tersebut tidak berjalan dengan lancar.
"Responnya sangat tidak memuaskan. Mereka tidak mendengarkan kami. Mereka menolak menandatangani proposal kesepakatan dari kami," ujarnya ketika berbincang dengan CEO RMOL Network, Teguh Santosa di Kopi Timur, Jakarta Timur, Rabu (30/3).
Mengutip laporan TASS, Kementerian Luar Negeri Rusia telah merilis dua rancangan perjanjian tentang jaminan keamanan yang mengikat secara hukum pada 17 Desember. Dua hari sebelumnya, rancangan tersebut sudah diserahkan kepada pihak AS.
"Jika Anda bertanya kepada saya apakah situasi di Ukraina dapat dicegah? Saya katakan iya. Jika Barat menjawab keresahan kami terkait keamanan, situasi ini tidak akan pernah terjadi," tegas Dubes Vorobieva.
Menurut Vorobieva, Barat adalah pihak bertanggung jawab atas krisis yang terjadi di Ukraina saat ini. Bahkan di sisi lain, Barat atau NATO pun telah mengkhianati Ukraina.
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Paham Ideologi Pembangunan Prabowo, Syahganda Layak Jadi Pengganti Hasan Nasbi
- Soal Larangan Retreat, Teguh Santosa: Perintah Megawati Seolah Ada Negara Partai di Dalam NKRI
- Bahlil dan Sri Mulyani Bisa Runtuhkan Kepercayaan Rakyat Pada Prabowo