Kasus Korupsi Rp 9-5 Miliar BRI Manukan Kulon Mulai Disidangkan

Empat terdakwa kasus dugaan korupsi di Bank Rakyat Indonesia BRI Cabang Surabaya Manukan Kulon mulai diadili di Pengadilan Tipikor Surabaya dengan agenda pembacaan surat dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Surabaya.


"Hari ini adalah pembacaan surat dakwaan, apa suadara sehat," tanya Ketua majelis hakim I Wayan Sosiawan dikutip Kantor Berita pada para terdakwa sesaat membuka persidangan diruang cakra, Pengadilan Tipikor Surabaya, Jumat (29/11).

Selanjutnya dua JPU Kejari Surabaya, Arif Usman dan Harwiadi membacakan surat dakwaan untuk keempat terdakwa secara bersamaan.

Dalam surat dakwaanya, JPU  mendakwa ke empat terdakwa dengan Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaiman telah diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

"Keempat terdakwa secara sengaja melakukan perbuatan melawan hukum sehingga merugikan keuangan negara. Hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) negara merugi sekitar Rp 9,5 miliar,”terang JPU Harwiadi saat membacakan surat dakwaanya.

Dalam modus kasus korupsi ini, masih kata JPU Harwiadi, Para terdakwa telah melakukan pemalsuan data, diantaranya identitas debitur, KTP, KSK, SIUP, TDP, surat nikah, debitur palsu, serta adanya rekayasa mark up agunan yaitu penggunanya kredit tidak sesuai dengan pengajuan kredit. Agunan bukan milik penerima kredit tapi milik orang lain.

"Setelah kredit dicairkan tidak dipergunakan sesuai peruntukannya, namun dipakai untuk yang lain. Akhirnya semua fasilitas kredit yang diterima para terdakwa berstatus kredit macet atau kolektabilitas lima,” jelas JPU Harwiadi.

Dijelaskan dalam dakwaan, kasus ini berawal pada tahun 2018. Di BRI Cabang Surabaya Manukan Kulon terdapat proses pemberian Kredit Modal Kerja (KMK) Ritel Max Co kepada sembilan debitur. Pemberian kredit ini diberikan tersangka Nanang Lukman Hakim yang saat itu menjadi AAO. Saat proses pemenuhan persyaratan kredit, Nanang Lukman Hakim bersekongkol dengan tiga terdakwa lainnya untuk membuat kredit fiktif.

"Merekayasa agunan kredit berupa toko atau butik milik orang lain, tapi seolah-olah diakui menjadi milik mereka sendiri. Bahkan terdakwa Lanny Kusumawati Hermono berani merubah status pegawai cleaning service dirubah menjadi seorang pemilik usaha panti pijat pada saat pencairan kredit,” sambung JPU Harwiadi.

Usai pembacaan dakwaan, Majelis Hakim memutuskan persidangan akan dilanjutkan sepekan mendatang. Pengadilan Tipikor memberi kesempatan pada keempat terdakwa untuk mengajukan nota keberatan atas dakwaan atau tidak.


"Sidang hari ini dinyatakan selesai dan dilanjutkan Jum’at tanggal 6 Desember ke pembuktian pokok perkara kepada terdakwa yang tidak mengajukan nota keberatan,” pungkas hakim I Wayan Sosiawan menutup persidangan.

Atas dakwaan jaksa tersebut, dua terdakwa yakni Nanang Lukman Hakim dan terdakwa Agus Siswanto akan mengajukan eksepsi. Sedangkan terdakwa Lanny Kusumawati Hermono dan terdakwa Yano Octavianus memilih melanjutkan perkara ini ke pembuktian pokok perkara.

Terpisah, Penasehat hukum terdakwa Nanang Lukman Hakim yakni M Aris membantah klienya telah melakukan pemalsuan data dalam permohonan KMK. Ia menganggap klienya hanya kurang teliti sehingga kredit fiktif itu lolos hingga cair sampai Rp 9,6 miliar.

Dia juga mengklaim, terdakwa Nanang Lukman Hakim bukan pelaku utama, melainkan hanya mengurus permohonan kredit sampai pencairan dan menerima fee Rp 140 juta.

"Pemalsuan semua dokumen-dokumen diatur sama Nur Cholifah dan Yogi. Mereka buron dan sebagai aktor utama. Tidak ada sepeser pun dari pencairan yang masuk rekening Nanang," ujar Aris saat dikonfirmasi usai persidangan.

Dalam kasus ini, masih kata M Aris, Pimpinan cabang BRI Surabaya Manukan semestinya terlibat. Alasannya, sebagai pihak yang memeriksa sampai menyetujui pencairan kredit fiktif tersebut. Namun, hanya Nanang yang ditangkap. Kredit menurutnya tidak akan bisa cair tanpa persetujuan dari pimpinan cabang.

"Nanang ini hanya lalai karena tidak memeriksa. Kenapa Pinca (pimpinan cabang) tidak dijadikan tersangka? Nanang laporan ke Pinca, mestinya Pinca yang bertanggungjawab," pungkasnya.[aji

ikuti terus update berita rmoljatim di google news