Ketika Pemuka Agama Bermain di Arena Kekuasaan

Moh Hasan/RMOLJatim
Moh Hasan/RMOLJatim

Di setiap gelaran Pemilu dan Pilkada selalu diramaiakan dengan persaingan sengit. Di tengah serunya kampanye dan janji-janji manis, muncul fenomena yang mengundang perhatian, pemuka agama turut bermain ke dalam arena politik.

Kehadiran mereka seakan menambah rasa baru. Kemunculan tokoh agama di gelanggang politik seringkali dianggap pusaka ampuh yang diyakini dapat memikat hati masyarakat dengan aura kesalihan. Terutama di kalangan jamaahnya.

Namun, ada juga orang-orang yang  bersikap netral dengan kemunculan dukungan ulama dalam perebutan kursi jabatan politik. Kelompok masyarakat ini disebut sebagai pemilih rasional.

Seringkali golongan ini bersikap kritis mempertanyakan, apakah tokoh agama yang ikut mengusung salah satu paslon semata ingin memberikan pencerahan kepada masyarakat agar tidak salah memilih pemimpin, atau mereka punya tujuan lain.

Tatkala politik lebih mementingkan keuntungan dan uang, seringkali ajaran agama turut dimanfaatkan. Para pemimpin agama, yang diharapkan jadi anutan untuk menjaga kerukunan umat, malah ikut-ikutan bermain politik dan menjadi bagian yang pemisah antar golongan.

Bayangkan seorang ulama yang terkenal kharismatik, tiba-tiba dalam sebuah ceramah agama tanpa diduga oleh siapapun mengeluarkan seruan meminta pengikutnya agar memilih paslon jagoannya. Tak cukup mengajak tapi juga mendiskreditkan kubu lain.

Dengan pesona dan citra religius, ia yakin dapat meraih simpati dan suara. Memang tidak ada larangan bagi peminpin agama memberi dukungan atau bahkan berbasah-basah ikut berenang di lautan politik.

Fenomena uang politik semakin marak. Di tengah gelimang uang politik, banyak orang terlena oleh iming-iming uang dan hadiah. Mereka lupa bahwa hak suara adalah amanah yang harus dijaga, bukan malah diperdagangkan.

Memang mengkhawatirkan jika masih ada warga yang rela menjual hak suaranya hanya demi mendapatkan paket sembako atau uang tunai. Mereka mengorbankan masa depan daerah mereka demi keuntungan sesaat.

Uang politik menjadi ancaman serius bagi kelangsungan demokrasi. Semua orang memahami itu. Mereka juga tahu bahwa untuk membangun sistem politik yang bersih dan berintegritas, serta pemerintahan yang amanah, harus terbebas dari politik uang..

Namun, paham saja tidak cukup. Masyarakat dituntut punya nyali yang besar, untuk berani menolak iming-iming politik uang. Masyarakat harus rasional dalam menentukan pilihan. Memilih bukan karena taklid buta.

Sekalipun ada tokoh ulama yang mengarahkan pada pilihan paslon tertentu, tetap harus disikapi secara akal sehat. Jangan terpesona oleh citra suci dan ancaman yang dogmatis.

Pilihlah pemimpin yang benar-benar peduli dengan rakyat, yang mau berjuang dengan ikhlas, bukan demi harta dan kekuasaan.

ikuti terus update berita rmoljatim di google news