Politisi PDI Perjuangan, Arteria Dahlan melancarkan tudingan negatif ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat di acara Mata Najwa, Kamis (10/10) malam lalu.
- Dilaporkan ke KPK, Gibran Jokowi: Kalau Salah Dibuktikan Saja
- Erick Thohir Kembali Pimpin MES, MUI: Semoga Ekonomi Syariah Terus Membersamai Rakyat
- Survei Indikator: Anies Penentu jika Pilpres Dua Putaran
Arteria sempat mengaku mendapatkan sejumlah dokumen berita acara sita-rampas dari tersangka yang ditangani KPK. Ia mencontohkan emas batangan yang disita KPK tidak dimasukkan ke kas negara.
"Emas batangan diambil seolah-olah ada title KPK. Kemudian uang dirampas, tapi ternyata tidak masuk ke kas negara. Ini gunanya Dewan Pengawas," tuding Arteria.
Menanggapi hal itu, Jurubicara KPK Febri Diansyah menilai bahwa mantan anggota Komisi III DPR RI itu keliru dalam mendefinisikan sitaan, rampasan, hingga pemasukan kas negara dari hasil giat yang dilakukan tim KPK.
"Terdapat kekeliruan pemahaman ketika disampaikan bahwa ada barang sitaan yang tidak dimasukan ke kas negara. Pernyataan ini, kami duga berangkat dari ketidakmampuan membedakan antara barang rampasan dengan barang sitaan," jelas Febri dalam keterangan tertulisnya dilansir Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (10/10).
Febri kemudian mengurai perbedaan keduanya. Penyitaan, kata dia, dilakukan sejak proses penyidikan. Sementara mengenai penilaian sebuah barang yang disita dapat dirampas bergantung pada putusan hakim.
"Dalam kondisi tertentu Hakim dapat memerintahkan dilakukan perampasan, atau digunakan untuk perkara lain, atau dikembalikan pada pemiliknya," terangnya.
Febri turut menjawab mengenai penyitaan emas batangan yang tidak masuk ke kas negara. Menurutnya, KPK telah memberi penjelasan ini berkali-kali ke publik melalui pemberitaan media, yaitu dalam perkara tindak pidana korupsi (TPK) terkait pembangunan Pasar Besar Kota Madiun tahun 2009-2012 dengan terpidana Walikota Madiun, Bambang Irianto.
"Saat penyidikan, KPK menyita emas batangan sebanyak 1 kilogram. Akan tetapi, karena hakim pada Pengadilan Tipikor Surabaya memerintahkan barang sitaan tersebut dikembalikan kepada pihak terpidana, maka KPK wajib melaksanakan putusan tersebut dan mengembalikannya pada 9 Juli 2018," kata Febri.
"Justru salah jika KPK melakukan tindakan yang bertentangan dengan putusan pengadilan tersebut," sambungnya memperjelas.
Ada juga contoh TPK suap terkait usulan dana perimbangan keuangan daerah pada RAPBN Perubahan tahun anggaran 2018 dengan tersangka Yaya Purnomo, Kasie Pengembangan Pendanaan Kawasan Perumahan dan Pemukiman pada Ditjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan.
"Saat itu, KPK menyita logam mulia, perhiasan emas sebanyak: 25 cincin, 4 gelang, dan 4 anting-anting. Hal ini juga sudah pernah kami sampaikan pada publik melalui pemberitaan media," berbahaya.
Dari jumlah itu, kata Febri, berdasarkan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta 77/Pid.Sus-TPK/2017/PN.Jkt.Pst tanggal 28 Januari 2019, sebanyak 2,2 kilogram logam mulia dan 33 perhiasan dirampas untuk negara.
Sisanya, lanjut Febri, sebanyak 200 gram logam mulia dipergunakan sebagai barang bukti di perkara lain, yakni Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap terkait dengan pengurusan dana perimbangan pada APBN-P 2017 dan APBN 2018 untuk Kabupaten Pegunungan Arfak periode tahun 2017-2018
"Dua perkara di atas merupakan contoh kongrit perlunya pemahaman yang lebih rinci tentang pembedaan antara barang sitaan dan barang rampasan," tegas Febri.[aji
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Bakal Jadi Preseden Buruk Polri Jika Pengunduran Diri Sambo Dikabulkan dan Sidang Etik Batal Digelar
- Pilkada Jember, Elektabilitas Gus Fawait Lebih Unggul Dibandingkan Hendy
- PDIP Jombang Buka Pendaftaran Bacabup 2024