RMOLBanten. Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi
(Menristekdikti) Mohamad Nasir akan memantau aktivitas para rektor,
dosen, dan mahasiswa. Termasuk aktivitas mereka di media sosial.
- Soal Status Hukum Lukas Enembe, KPK akan Minta Fatwa MA
- Empat Tersangka Kasus 17 Ribu Ekstasi Tangkapan Mabes Polri Diserahkan ke Jaksa
- Apresiasi Kapolri Ungkap Kasus Duren Tiga, PWNU Jatim: Momentum Bersih-bersih Polisi Nakal
Lantas bagaimana Kementerian Komunikasi dan Informatika menanggapi rencana Menteri Nasir itu? Kepada Rakyat Merdeka Menteri Rudiantara menjelaskan sikapnya soal pengawasan aktivitas digital terÂhadap dosen dan mahasiswa. Rudiantara juga menjelaskan posisinya dalam perkara raibÂnya foto Amien Rais bersama Habib Rizieq Shihab di akun instagram. Berikut ini penjelaÂsannya.
Beberapa
waktu lalu Anda bertemu dengan Menristekdikti membahas pengawasan media
sosial mahasiswa dan dosen, apakah Anda setuju dengan hal itu?
Bukan
masalah setuju atau tidak setuju, sebab itu kebijakanÂnya siapa.
Kebijakan sektor ya ada di kebijakan Prof Nasir sebagai Menristekdikti
bukan kebijakan saya. Saya posisÂinya bagian dari pemerintah jika kami
diperlukan. Internet, dunia maya, medsos, dan secara garis besar
digitalisasi di Indonesia sebetulnya tergantung kepada leader di sektor.
Kalau semuanya Menkominfo yang menangani memangnya kami kementerian
super. Jadi sesuai masing-masÂing sektor. Saya tidak mungkin masuk ke
semua sektor untuk melakukan kebijakan.
Artinya saat ini
memang sudah ada permintaan dari Menristekdikti kepada Anda untuk
membantu pengawasan aktivitas dosen dan mahasiswa di dunia maya?
Iya, itu kan baru pembicaraan belum dalam bentuk regulasi. Tunggu saja regulasinya nanti Pak Nasir seperti apa.
Langkah pemantauannya apakah sudah berjalan?
Begini,
kalau pemantauan secara umum tidak hanya berkaitan dengan perguruan
tinggi atau apapun itu. Jelas hal itu meÂmang sudah menjadi tugas kami.
Sebelumnya juga kami melakuÂkan yang berkaitan dengan radikalisme dan
kami lakukan take down account. Sementara yang berkaitan pelanggaran
kepada pelakunya itu bagian dari kepolisian. Meski demikian yang
berhubungan dengan dunia maya kami bisa bantu. Karena, jejak digital itu
pasti ada di dunia maya.
Sebenarnya ada berapa banÂyak sih akun dosen dan mahaÂsiswa yang terindikasi menyeÂbarkan paham radikalisme?
Silakan tanyakan ke Menristekdikti Pak Nasir.
Lho
bukankah Anda suÂdah melakukan pengawasan terhadap akun-akun yang
diduga menyebarkan radikaÂlisme, jauh sebelum Anda lakukan pertemuan
dengan Menristekdikti?
Bukan, kami melakukan secara umum. Artinya
kami melakukan monitoring dan kami melakukan take down kepada siapa
saja. Mau dosen atau siapa saja kami lakukan take down tersebut.
Jika
kebijakan ini dijalankan Kemenristekdikti dan Kemenkominfo, banyak
kaÂlangan akan menilai pengaÂwasan dari pemerintah terlalu dalam karena
masuk ranah privasi?
Siapa yang melakukan moniÂtor akun mahasiswa
dan dosen. Sebab kebijakan itu ada di Kemenristekdikti. Selama ini kami
memonitoring akun yang memaparkan radikalisme yang kemungkinan ada dari
mahaÂsiswa dan dosen. Mungkin ada juga akun yang dibuat orang Indonesia
dan orang asing atau siapa saja orangnya.
Apakah pengawasan akan disertai dengan penegakan hukum?
Kepolisan
yang menindak, sebab kami seperti miror denÂgan kapolisian. Kami juga
puÂnya penyidik pegawai negeri sipil Kemenkominfo. Mereka bisa melihat
sesuatu konten yang melanggar hukum atau tidak. Treatmen kontennya ya,
bukan keÂpada orangnya. Nah, kalau kepada orangnya itu tugas kepolisian.
Bisa dicontohkan akun seperti apa yang tergolong radikalisme?
Oh
banyak. Konten-konten yang menggambarkan kekerasan kepada seseorang
dengan gambaran yang sangat tidak manusiwai, masa yang seperti itu mau
dibiarkan? Kan tidak. Ada Al Fatihin yang memiliki berpuluh-puluh seri
dan ada juga Dabiq.
Ini semua sebagai promosi tentang paham-paham yang tidak diperbolehkan di Indonesia. Lalu konten-konten cara memÂbuat bom serta percakapan-percakapan antara akun terkait pembuatan bom.
Nominalnya berapa konten yang sudah Anda take down?
Sejauh
ini sudah 5.000 lebih konten. Terus yang disisir ada sekira 20 ribu.
Ini semua agar masyarakat menilai pemerintah tengah menjaga mereka.
Apakah Anda mengetahui pemilik akun dari konten-konten tersebut?
Kami kerja sama dengan kepolisian. Jadi kalau urusan menindak ada kepolisian dan ada Badan Nasional Penanggulangan Terorisme.
Dari 5.000 hingga 20 ribu konten yang Anda take down apakah dibuat oleh warga negara Indonesia?
Ya,
penindakannya ada di kepolisianlah. Saya lebih baik berperan sebagai
dapur yang baik. Tidak berbicara lebih banÂyak kalaupun bicara ke publik
yang signifikan saja.
Apa batasan dan ukuran sebuah akun dianggap radikaÂlisme?
Ya
sebetulnya seperti ajakan-ajakan. Nah, indikasi-inidikasi semacam
ajakan itu lalu ada yang melaporkan ke kami. Baik dari masyarakat
ataupun berdasarkan institusi, seperti laporan dari BNPT, Polri, Badan
Intelijen Negara, atau siapapun itu. Lembaga-lembaga advokat dan juga
ada hasil dari penÂelusuran kami. Ada juga hasil crowning kami.
Contoh hasil crowning?
Contohnya
keyword 'ayo membuat bom'. Lalu muncul situs bermacam-macam itu. Nah,
itu langsung kami verifikasi dan memang itu ajakan membuat bom ya kami
tutup.
Memangnya tidak ada meÂkanisme sebelum men-take down sebuah akun?
Take down
saja, kenapa mesti berlama-lama. Ini kan akun-akun terorisme sangat
bersinggungan dengan nyawa. Terlambat satu jam saja berapa orang yang
terpapar. Kami tidak usah berÂpikir panjang kalau berbahaya bagi
masyarakat luas. Karena ini perang lho.
Apakah Anda fokus juga pada penyebaran radikalisme di aplikasi chatting?
Ada
dua ketegori, pertama ada namanya personal chatting. Nah, di personal
chatting kami tidak bisa sembarangan masuk. Kecuali yang personal
chatting itu mereka sedang dalam proses penyelidikan dan penyidikan
keÂpolisian, maka kami bisa masuk. Terus juga ada yang terbuka dan di
sini kami bisa masuk.
Soal hilangnya foto Amien Rais bersama Habib Rizieq Shihab di medsos?
Saya
sempat ditanya hal itu, saya tidak tahu. Masih banyak konten-konten
radikalisme yang menjadi urusan saya. Jadi buat apa saya urus satu foto.
Berarti bukan atas rekoÂmendasi Anda hilangnya foto tersebut?
Oh
tidak, hilangnya kan di instagram. Silakan tanyakan ke instagram apakah
saya merekoÂmendasikan untuk menghapus foto tersebut.
Bukannya Anda bekerjasaÂma dengan instagram?
Oh ada kami kerjasama. Malah kami yang meminta 5.000 konten berbahaya itu dan setengahnya ada di facebook dan instagram.
Apakah isi kerjasama itu memberikan kewenangan untuk menghapus akun-akun radikalisme?
Memang
mereka yang punya kewenangan, sedangkan saya tidak punya wewenang.
Namun, saya bisa meminta kepada mereka untuk men-take down. Akan tetapi
kalau urusan foto Pak Amien Rais dan Habib Rizieq saya tidak tahu.
Hilangnya foto Amien Rais dan Habib Rizieq sempat gadu, bagaimana itu?
Ketiga bisa saja saya meminta, tapi saya tidak minta untuk foto-foto yang tadi Anda tanyakan. Tanyakan sama platform keÂnapa sampai terjadi hilangnya foto-foto atau akun-akun terseÂbut. [dzk]
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Putusan Bocor Sebelum Perkara Disidangkan, Hakim PN Surabaya Diadukan Ke MA Dan KY
- Masih Berlangsung, KPK Geledah Kantor Dinas PU Pemprov Papua
- Kejagung Dalami Kasus Dugaan Korupsi Bos Waskita, Pegawai Bank Pelat Merah Diperiksa