Muktamar NU di Lampung, Jangan Ditunggangi Kepentingan Politik

Putera KH Ahmad Shiddiq ( Ra'is Amm PBNU periode 1984 - 1991), KH. Muhammad  Balya Firjaun Barlaman, angkat suara terkait Muktamar NU ke 34 di Lampung, yang akan digelar 22 - 23 Desember 2021 mendatang. 


Kyai yang biasa disapa Gus Fijaun ini, berharap pelaksanaan muktamar ini berjalan lancar, tidak ditunggangi kepentingan politik, sehingga terpilih pemimpin NU sesuai keinginan para peserta muktamirin. 

Dia juga mengkritisi sistem pemilihan, dalam menentukan Rais Am dan Ketua umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Nahdlatul Ulama dalam menentukan pilihan pemimpin baru dalam Muktamar.

"Muktamar NU yang ke-34 di Lampung adalah momentum penting untuk mengembalikan kejayaan NU dan marwah NU, terutama soal pemilihan ketua," ucap Gus Firjaun, yang juga wakil Bupati Jember, dikutip Kantor Berita RMOLJatim, Senin(20/12). 

Dia menjelaskan, dulu pemilihan ketua PBNU dilakukan oleh Syuriah melalui Ahwa ( ahlul Halli Wal Aqdi), sehingga kepentingan kelompok dan pribadi bisa lebih dieleminir. Namun, seiring berjalannya waktu untuk metode Ahwa pemilihan ketua dilakukan langsung oleh Muktamirin. Dengan ini metode potensi persaingan dan perebutan kekuasaan akan semakin ketat. 

"Ini artinya pertama akan terbuka terjadinya potensi persaingan, yang kedua terbuka potensi persaingan kekuasaan, bisa juga terjadinya penggiringan dan bisa mungkin terjadinya Money Politik. Ada deal-deal, yang mempengaruhi perjalanan NU Ke depan," katanya, dikutip Kantor Berita RMOLJatim, Selasa, (21/12).

"Untuk itu yang terpenting bagaimana Pemilihan ketua tidak menyalahi regulasi, yang ada ditubuh jam'iyah Nahdlatul ulama," harapnya. 

Dengan demikian, akan melahirkan  kepemimpinan NU, yang betul-betul diharapkan oleh peserta muktamirin secara Naluri, bukan karena hitung-hitungan transaksional. Selain itu  akan mampu membawa NU kedepan, betul-betul bernuansa Diniyah, bukan bernuansa politik.

Didalam NU, lanjutnya, tidak melarang warganya untuk berpolitik praktis, namun harus bisa membedakan kepentingan pribadi dengan kepentingan Nahdhatul Ulama itu sendiri.

Selanjutnya, kriteria calon ketua PBNU harus tetap mempertimbangkan yang telah dicontohkan tersebut dengan tetap berlandaskan aturan dan kultur yang biasa di jalankan oleh NU.

"Makanya kriteria untuk menentukan calon itu penting untuk dikedepankan. Misalnya antara lain. Misalnya Syuriah itu harus punya pondok pesantren, ketua setidaknya pernah belajar di pondok pesantren, sehingga mengetahui bagaimana budaya dari NU," terangnya.

Terakhir, Gus Fijaun berharap Nahdlatul Ulama tidak diporakporandakan oleh kepentingan dari luar melalui acara Muktamar tersebut.

"Kami berharap Muktamar NU ke 34 menjadi Ajang yang saling menguatkan potensi NU," tandasnya.

ikuti terus update berita rmoljatim di google news