Kusnan Hadi (48), pedagang kopi di Surabaya menggugat Presiden Joko Widodo (Jokowi) atas Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 Tentang Kenaikan Iuran BPJS 100 persen.
- Bareskrim Polri Usut Dugaan Korupsi Proyek Senilai Rp 871 Miliar di PTPN XI
- Perkara Dugaan TPPU Rafael Alun, KPK Telusuri Perusahaan Cangkang dan Mata Uang Kripto
- Jeratan Pasal Kasus Pembunuhan yang Melibatkan Anak DPR RI Dinilai Terlalu Ringan
"Kami mengajukan uji materi terhadap Perpers Nomor 75 Tahun 2019. Ini adalah keputusan Jokowi menaikkan 100 persen iuran BPJS, yang Rp 22.500 rupiah menjadi Rp 42 ribu rupiah, yang Rp 55 ribu menjadi Rp 110 ribu, yang Rp 80 ribu menjadi Rp 160 ribu. Tentu kenaikan ini memberatkan bagi peserta," kata Muhammad Sholeh dikutip Kantor Berita saat mendaftarkan gugatannya ke PN Surabaya.
Menurutnya, kenaikan iuran BPJS Kesehatan tersebut merupakan kesalahan berat, dimana Pemerintah memukul rata tanpa melihat kedudukan dan penghasilan atau pendapatan masyarakat yang berbeda beda.
"Mestinya kalau menaikan, Pemerintah harus memperhatikan pendapatan masyarakat, jangan dipukul rata. Karena belum tentu masyarakat di kota penghasilannya sama dengan didesa," ujarnya.
Dengan banyaknya keluhan masyarakat terhadap kenaikan iuran BPJS menjadi dua kali lipat itu, ia berharap Mahakamah Agung (MA) segera membatalkan peraturan Jokowi.
"Konsekuensinya kalau ini dibatalkan berarti kembali ke Perpres lama, Perpres Nomor 85 Tahun 2018," jelasnya.
Sementara terkait defisit dinilai sebagai tameng pemerintah untuk menjadikan alasan menaikkan iuran BPJS.
"Ini merupakan kesalahan cara berpikir pemerintah, dimana dengan disatukan BPJS ini seakan akan mendapatkan keuntungan yang banyak, tapi faktanya tekor. Ketika tekor, Pemerintah tidak mau rugi sehingga dibebankan ke masyarakat," ungkap Sholeh.
Diungkapkannya, BPJS adalah asuransi bukanlah pajak. Sehingga ada upaya paksa yang dilakukan pemeritah terhadap masyarakat dengan mewajibkan masyarakat ikut BPJS.
"Kalau pajak itu wajib, baik di kaya maupun si miskin. Tapi BPJS ini tidak boleh dipaksakan, boleh ikut boleh juga tidak, karena ini asuransi. Tidak boleh model pemaksaan seperti sekarang ini," pungkasnya.
Sementara, Kusnan Hadi mengatakan, gugatan uji materi ini dilakukan untuk mewakili masyarakat pada umumnya. Ia menganggap bahwa terdapat kesalahan pengelolaan oleh BPJS.
"Saya yakin gugatan saya ini mewakili masyarakat. Karena tidak semua orang berani melakukan gugatan. Dan soal BPJS ini bukan masalah iurannya, tapi adanya kesalahan pengelolaan dan penanganan di BPJS," ujar Kusnan.
Kendati demikian, secara pribadi Kusnan mengaku keberadaan BPJS kesehatan sangat membantunya.
"Saya merasa diuntungkan dengan BPJS tapi jangan dinaikan, kasihan dengan orang orang miskin," pungkasnya.[aji]
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Mantan Walikota Samanhudi Ditangkap, Diduga Jadi Informan Pelaku Pencurian Rumah Dinas Walikota Blitar
- Dana Hibah Pemprov Jatim Rp 7,8 Triliun, Bocor 30 Persen Masuk Kantong Sahat dan Kroni
- Sekretaris MA Hasbi Hasan dan Dadan Tri Yudianto Janji Penuhi Panggilan KPK Rabu Lusa