Pemkab Sidoarjo Diminta Tanggungjawab Terkait Ambrolnya Jembatan di Desa Kedungpeluk

Bambang Haryo Soekartono (BHS), saat mendatangi lokasi jembatan di Desa Kedungpeluk yang ambrol/Ist
Bambang Haryo Soekartono (BHS), saat mendatangi lokasi jembatan di Desa Kedungpeluk yang ambrol/Ist

Pemerintah Kabupaten Sidoarjo diminta untuk bertanggung jawab atas ambrolnya jembatan Desa Kedungpeluk, Kecamatan Candi Sidoarjo, yang menyebabkan masyarakat terisolasi.


Hal ini disampaikan Anggota DPR-RI terpilih periode 2024-2029 dari daerah pemilihan Surabaya-Sidoarjo, Bambang Haryo Soekartono (BHS), Selasa (30/7) saat mendatangi lokasi jembatan yang menjadi akses utama warga. Selain itu BHS juga menemui lurah dan tokoh masyarakat desa setempat.

Kepada awak media, BHS mengatakan bahwa struktur bangunan jembatan yang ambrol kondisinya sudah usang karena dibangun tahun 1975.

"Ini kelalaian dari pemerintah, maka pemerintah kabupaten lah yang harus bertanggung jawab atas ambrolnya jembatan ini," tegas BHS dikutip Kantor Berita RMOLJatim.

Dikatakan BHS, sejak tahun 2020 kepala desa sudah meminta kepada Pemerintah Kabupaten Sidoarjo untuk melakukan perawatan jembatan. Mengingat kondisinya yang sudah sangat memprihatinkan. Dan ini sudah diajukan setiap tahun, mulai dari tahun 2020 hingga tahun 2024 untuk dianggarkan perawatannya. Dan ternyata tidak ada respon dari Pemerintah Kabupaten Sidoarjo. Bahkan setiap pengajuan selalu dicoret oleh Pemkab hingga sampai terjadinya ambrol, walaupun saat itu hanya dilewati satu kendaraan kecil. 

"Untuk diketahui bahwa akses jalan utama ini adalah merupakan akses untuk menuju ke pelabuhan yang sudah direncanakan mulai jaman Belanda. Karena di sepanjang jalan  tersebut ditanami pohon asem yang mengelilingi untuk memperkuat struktur jalan," imbuh BHS.

Sebenarnya jalan ini, lanjutnya, sudah ditargetkan atau diproyeksikan menjadi poros utama pada jaman Belanda. Maka itu, harus betul-betul diperhatikan. 

Apalagi akses itu untuk hasil perikanan dan pertambakan yang hasil hasilnya harus dikirim ke Sidoarjo Kota.

"Bila putus, wilayah tersebut terisolasi dan ini sangat merugikan ekonomi dan keselamatan warga. Harusnya setelah ambrol, Pemerintah Kabupaten segera membangun jembatan darurat. Bukan malah warga yang melakukan inisiasi untuk melakukan pembangunan jembatan darurat dengan pembangunan dan biaya swadaya masyarakat yang saat ini sudah berfungsi untuk digunakan lewatnya kendaraan kecil dan motor. Dan oleh Pemerintah Kabupaten Sidoarjo sekarang hanya menunggu kiriman jembatan Bailey yang belum tahu kapan datangnya. Mana tanggung jawabnya?" Tanya BHS.

BHS meminta kepada Pemkab Sidoarjo untuk mengganti semua biaya pembangunan jembatan darurat hasil swadaya masyarakat.

"Masa tidak mau? Saya saja langsung menyumbangkan 10 juta secara pribadi kepada warga untuk urun agar dapat mengurangi beban biaya warga dalam pembangunan jembatan," ujarnya.

BHS juga menanyakan terkait pengiriman air minum PDAM Delta Artha lewat truk. "Kenapa dilakukan pakai truk? Ini berarti masyarakat sangat membutuhkan suplai air minum. Kan seharusnya melalui jaringan pipa PDAM," tandasnya. 

Ditambahkan BHS, sesuai informasi dari Lurah Kedungpeluk disebutkan jaringan pipa sudah dibangun 10 tahun yang lalu sampai ke dekat perumahan warga, hanya tidak dilanjutkan sampai ke perumahan. 

BHS menegaskan jaringan pipa primer dan sekunder yang sudah mencapai dekat perumahan warga, harusnya bisa dituntaskan dengan anggaran PDAM atau pemerintah daerah. Tujuannya agar warga segera mendapatkan suplai air minum dari PDAM.

"Ingat loh, PDAM Delta Artha belum bisa maksimal melayani warga, karena jaringan pipa masih tersambung di 37 persen rumah di Wilayaj Sidoarjo. Padahal tarif PDAM Sidoarjo jauh lebih mahal dari tarif PDAM Surabaya. Ini termasuk kelalaian PDAM Sidoarjo, karena pipa tersier belum masuk ke warga di wilayah tersebut," ungkap BHS.

Dan selama pipa belum terpasang, BHS minta kiriman air PDAM lewat truk harus dibebaskan, atau paling tidak berharga murah.

ikuti terus update berita rmoljatim di google news