Presiden Joko Widodo memang berhak mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti UU (perppu) untuk membatalkan revisi UU KPK yang telah disahkan DPR. Perppu bisa dikeluarkan jika presiden merasa ada keadaan darurat yang memaksa.
- Mantan Dirut Telkom Indonesia Diperiksa KPK Terkait Kasus Korupsi Pengadaan Tanah Pulogebang
- Uang Korupsi Johnny Plate Rp 1,75 Miliar Diduga Mengalir ke Tempat Ibadah
- Besok Demo Dugaan Pungli Petani Tebu oleh Oknum Kejari Madiun
Sulthan menguraikan bahwa perppu akan berlaku seketika pasca dikeluarkan. Namun sifat aturan ini hanya sementara. Sebab, dalam waktu satu kali masa sidang, DPR akan menggunakan kewenangan untuk menilai objektivitas perppu.
Sementara di satu sisi, anggota DPR sudah kompak dan sepakat untuk merevisi UU KPK. Artinya, penerbitan perppu bisa sia-sia jika kemudian DPR melakukan penolakan.
"Artinya, langkah presiden nanti bisa dilihat sebagai atraksi politik semata. Ujungnya, perppu bisa dibatalkan karena tidak mendapat persetujuan DPR. Ini sama saja dengan mengadu domba rakyat dengan wakilnya," katanya dalam keterangan tertulis yang diterima redaksi, Kamis (3/10).
Lebih lanjut, direktur Politik Hukum Wain Advisory Indonesia itu melihat bahwa revisi UU KPK sudah disahkan oleh DPR dan juga telah mendapat persetujuan dari Jokowi melalui menterinya. Untuk itu, Jokowi tidak perlu mengeluarkan perppu dan cukup memberi imbauan kepada masyarakat yang menolak untuk mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK).
"Apalagi tidak ada persoalan hukum mendesak dengan revisi UU KPK, tidak ada juga kekosongan hukumnya, KPK juga masih berjalan sebagaimana mestinya. Jadi sama sekali tidak memenuhi parameter perppu tersebut," jelas dia.[bdp]
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Isu Perempuan dan Anak jadi Perhatian Kapolri
- Penyimpangan Program KUR Bank Jatim Bondowoso, Diduga Turut Libatkan Oknum Pemdes
- 9,5 Jam Diperiksa KPK, Ketua Gerindra Malut Irit Bicara