Pentingnya Perusahaan Media Terapkan K3 

Seminar pembahasan K3 / RMOLJatim
Seminar pembahasan K3 / RMOLJatim

Hingga saat ini perusahaan media belum sepenuhnya menerapkan K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja) terhadap jurnalisnya yang tengah berada di lapangan.


"Sampai saat ini belum sepenuhnya perusahaan media menerapkan K3, padahal hal ini yang dibutuhkan jurnalis baik saat berada di dalam maupun di luar kantor," kata Ketua Panitia komunitas K3, Rochman Arief saat dihubungi Kantor Berita RMOLJatim via Whatsapp, Selasa (6/4)

Mantan wartawan Radar Surabaya ini mengakui, selama dirinya terjun sebagai junalis, belum sepenuhnya perusahaan yang diikuti menerapkan K3.

"Belum sepenuhnya, bahkan, belum pernah. Sampai hari ini belum ada panduan K3 bagi jurnalis seperti halnya panduan K3 bagi sektor industri lainnya. Pekerjaan seorang wartawan lebih banyak mengandung resiko, dibanding dengan pekerjaan lain. Pemberian pemahaman pentingnya K3, pemenuhan syarat-syarat K3, pemberian alat pelindung diri dan pemeriksaan kesehatan kerja,” ungkapnya.

Sementara itu, dalam Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Penyusunan Usulan Panduan Identifikasi Budaya dan Perilaku Risiko K3 Wartawan” yang berlangsung di Probolinggo pada tanggal 3 sampai dengan 4 Mei 2021,

Tingginya risiko pekerjaan ditanggung jurnalis memantik kesadaran tentang pentingnya penerapan kesehatan dan keselamatan kerja (K3). Disnakertrans Jawa Timur mengandeng Komunitas Jurnalis K3, dan Asosiasi Ahli K3 (A2K3).

Kabid Pengawas Disnaker Jatim Sigit Priyanto menyebutkan, risiko jurnalis sangat tinggi dalam menjalankan tugasnya. Karena itu, dirinya mendorong agar wartawan harus dilindungi saat menjalankan pekerjaan.

“Sebelum melakukan aktivitas dipastikan SOP keselamatan kerja. Harus belajar dengan dasar keselamatan kerja,” tegas Sigit.

Ia berharap ada penyusunan usulan panduan identifikasi budaya dan perilaku risiko keselamatan dan kesehatan kerja (K3) Wartawan.

“Pewarta ini menginisiatori pembuatan panduan K3 khusus untuk wartawan,” tutur dia.

Dalam kesempatan itu, General Manager External Affairs PT Merdeka Copper Gold, Katamsi Ginano, memberikan beberapa perbandingan dalam penerapan K3 sektor pertambangan. Menurutnya ada dua cara dalam penerapan K3. Yakni pemaksaan melalui aturan dan membentuk kesadaran (budaya).

“Keselamatan seharusnya adalah hal pertama yang harus dibahas sebelum urusan kerja,” tutur Katamsi Ginano.

Mantan wartawan Republika ini juga menegaskan, aturan dan budaya keselamatan adalah nomor satu dalam menghindari risiko kecelakaan kerja. Tetapi berpikir keselamatan, derajatnya lebih tinggi dibanding aturan dan budaya K3.

Pada kesempatan itu, anggota Asosiasi Ahli K3 (A2K3), Edi Priyanto  menegaskan, pentingnya identifikasi bahaya dan penilaian risiko K3 . Risiko diidentifikasi dan diukur, maka akan bisa dilakukan mitigasi atau pencegahan, agar kejadian buruk yang bisa menimpa wartawan tidak terjadi. Karena setiap pekerja formal dan informal berhak mendapatkan jaminan K3 yang sesuai karena setiap pekerjaan memiliki risiko.

“Semakin tinggi risiko pekerjaan, semakin tinggi pula kebutuhan akan jaminan K3,” terangnya.

Payung hukum dari penerapan K3 adalah UU 13/2003 tentang Ketenegakerjaan. Dalam undang-undang itu, ketenagakerjaan- termasuk di dalamnya adalah K3- diatur agar tidak merugikan berbagai pihak, yaitu tenaga kerja dan perusahaan bersangkutan. Dasar hukum penerapan K3 lainnya adalah UU 1/1970 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Dalam UU 1/1970 setidaknya ada tiga poin penting.

Edi Priyanto yang juga Direktur SDM PT Pelindo III ini menjelaskan, pertama, melindungi dan menjamin keselamatan setiap tenaga kerja dan orang lain di tempat kerja. Kedua, menjamin setiap sumber produksi dapat digunakan secara aman dan efisien. Ketiga, meningkatkan kesejahteraan dan produktivitas nasional.

"Terkait dengan penerapan K3, kami tidak hanya berhenti dalam FGD ini. Tapi juga akan melakukan sosialisasi ke perusahaan media di Surabaya dengan menggandeng pihak terkait," pungkas Rochman Arief.

ikuti terus update berita rmoljatim di google news