Politik Kemanusiaan Para Veteran

Foto dok
Foto dok

SETELAH lama berdinas dalam kemiliteran, tibalah waktunya bagi para serdadu untuk pensiun. Purna bakti, dan menikmati hari-hari pensiunnya. Mereka tak lagi terikat rantai komando, tak lagi terikat aturan kedinasan. Mereka menjadi manusia bebas dan mandiri untuk menentukan apa kiprah selanjutnya. Boleh jadi, sebagian dari veteran akan terjun ke dunia politik atau menjadi bagian dari proses pembuatan sekaligus penguatan kebijakan negaranya.

Fenomena veteran terjun ke dunia politik dan ikut dalam proses menentukan kebijakan bisa ditemui dimanapun. Walau mungkin berbeda situasinya antara satu negara dibanding negara lain, namun keterlibatan veteran dalam politik adalah lumrah. Hal biasa karena setelah menjadi veteran, tak ada lagi jalur komando kemiliteran. Jika seorang veteran terjun ke politik, maka jalur politik yang ditempuhnya. Ia sudah menjadi warganegara biasa dan punya hak politik sebagaimana warga lainnya.

Buku ini berkisah tentang sekelompok veteran yang kemudian menjadi anggota Kongres AS. Mereka adalah para mantan serdadu AS yang pada tahun-tahun sebelumnya pernah terlibat dalam program ''War on Terror'' (WOT). Mereka biasa disebut ''veteran WOT''.  Mereka pernah bertugas di Afghanistan dan Iraq.

Selama masa penugasan itu, mereka berhadapan dengan kenyataan-kenyataan di lapangan. Mereka melihat langsung penderitaan warga lokal. Mereka menyaksikan sendiri nestapa penduduk setempat. Semua pengalaman lapangan itu lantas membentuk sikap batin mereka untuk bergerak di jalur kemanusiaan usai pensiun lalu terjun ke politik.

Veteran WOT selalu melihat perang dari sisi kemanusiaan dan kebebasan. Memang, perang menghasilkan korban jiwa, kerusakan dimana-mana. Dalam sejarah umat manusia, perang merupakan ekspresi puncak dari ketegangan, perbedaan serta kezaliman. Namun, perang juga bisa digelar demi mempertahankan kebebasan serta kemanusiaan. Itulah deklarasi perang ketika kezaliman telah mengancam kebebasan serta kemanusiaan. Dalam kaitan ini, veteran WOT akan melihat, perang untuk mempertahankan kemanusiaan serta kebebasan tak akan pernah surut.

Setelah bertahun-tahun di medan laga serta menyaksikan dampak perang, maka veteran WOT mengalihkan perhatian pada cara-cara mempertahankan kemanusiaan lewat jalan politik. Beberapa dari mereka kemudian terpilih menjadi anggota Kongres AS. Sehari-hari mereka menghadapi medan politik yang tak kalah garang. Namun, semangat untuk mempertahankan kemanusiaan tetap menyala dan mereka pun berkoordinasi sesamanya untuk mengawal semua upaya menyelamatkan nyawa. Khususnya, nyawa orang yang pernah membantu AS tapi kini dipersulit oleh sistem kaku birokrasi dan administrasi AS.

Suara veteran WOT memang belum dominan. Elit dan warga biasa di AS tentu masih menghormati para veteran yang dianggap telah berbakti pada negara saat perang melawan teror. Namun, dalam kancah politik, sikap elit maupun warga biasa terhadap para veteran WOT bisa saja berbeda. Sebab, para politisi non-veteran yang tak berlatar-belakang pernah ikut dalam pertempuran nyata di lapangan akan menganggap medan politik beda dari laga pertempuran. Politik adalah kompromi, transaksional, bahkan kadang kudu berani melawan arus demi mencapai tujuan.

Saat invasi Rusia ke Ukraina terjadi pada tahun 2022, momen ini juga mengaktifkan veteran militer WoT yang peduli di Kongres. Dalam beberapa bulan awal perang, mereka mencermati respons Presiden Biden yang lamban terhadap krisis Ukraina. Dan para veteran ini lantas menuntut bantuan militer yang lebih besar untuk Ukraina. Tujuannya, agar para pejuang Ukraina bisa mengimbangi peralatan tempur Rusia yang terus menerus menghajar Ukraina. Kelompok bipartisan di Kongres yang diorganisir para veteran mengirimkan surat terbuka kepada Gedung Putih. Isinya, mendorong pemerintahan Biden agar segera mengirimkan sistem rudal canggih, drone serta bantuan kemanusiaan ke Ukraina.

Langkah para veteran WOT itu memperlihatkan keterlibatan mereka untuk mempengaruhi proses pembuatan kebijakan. Sebagai catatan, beberapa veteran WoT dalam buku ini telah menjalani beberapa kali penugasan, menghadapi pertempuran secara langsung, dan lainnya melakukan pekerjaan intelijen atau layanan hukum dalam operasi dukungan atau memimpin kapal di perairan pesisir atau posisi operasi jarak dekat. Bahkan beberapa veteran kemudian juga telah mengungkapkan secara terbuka bahwa mereka menderita gangguan stres pasca-trauma (Post-Traumatic Stress Disorder/PTSD). Ulasan dalam buku ini menggambarkan suasana yang lebih besar tentang apa yang sering dibawa oleh veteran WoT dalam keterlibatan mereka pada kehidupan pensiun dan politik setelah masa dinas aktif.  

Ala kulli hal, suasana di Indonesia boleh jadi agak berbeda, para veteran yang terlibat dalam dinamika politik nasional mempunyai kecenderungan inward looking. Melihat ke dalam perjalanan politik di Indonesia pasca reformasi 1998. Sejumlah veteran bergabung ke partai politik, dan yang lain memilih berjuang di luar partai politik. Namun, ada konvergensi tujuan, yakni bersama-sama menyelamatkan bangsa, menjunjung tinggi kemanusiaan dan menjaga semangat konstitusional.

*Penulis adalah akademisi dan periset

ikuti terus update berita rmoljatim di google news