Polri Semakin Matang Pasca Pemilu 2019

Usia Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) tidak muda lagi. Pada 1 Juli 2019 memasuki usia ke 73. Tentu, usia Polri semakin matang dan kinerjanya mendapat apresiasi dari masyarakat. Sementara banyak yang mengkritisinya dan mengharapkan Polri semakin baik lagi pada masa mendatang.


Catatan Lembaga Kajian Strategis Kepolisian Indonesia (Lemkapi), tugas paling berat dihadapi Polri adalah tahun 2018 hingga 2019 saat Indonesia menghadapi pemilu serentak. Ini adalah pemilu paling panas dan paling rawan terhadap gangguan kamtibmas.

Selama tahapan pemilu berlangsung berbagai dinamika politik dan demokrasi terjadi dan dampaknya seringkali menggangu kamtibmas. Kasus hoax yang memiliki unsur politis begitu menonjol dan muncul setiap saat dan seringkali dengan mudah mempengaruhi persepsi publik.

"Rakyat seakan dibuat tidak berdaya dan dengan mudah percaya berbagai hoax yang bermunculan di sana-sini. Pemerintah dan para elit politik diserang, polisi dihina dan dicerca, kondisi ini sungguh menyesatkan dan membuat kita prihatin," ujar Direktur Eksekutif Lemkapi, Dr. Edi Hasibuan
dilansir Kantor Berita RMOL, Sabtu (29/6).

Hoax penganiayaan Ratna Sarumpaet misalnya, ketika muncul pada awalnya langsung terbentuk opini seolah peristiwa itu berlatarbelakang politik. Setelah polisi mengendus ada yang tidak beres dalam peristiwa ini, hoax ini akhirnya terbongkar. Ratna akhirnya harus menghadapi proses hukum.

Begitu juga dengan beredarnya video hoax editan wawancara Kapolri dengan pasukan saat melakukan pemeriksaan pasukan bersama Panglima TNI di Medan beberapa waktu lalu yang isinya memutarbalikkan pernyataan Kapolri. Hoax ini juga cukup meresahkan masyrakat.

Hoax lainnya ada anggota Polri berpakaian dinas yang berjaga depan Bawaslu dituduh sebagai WN China. Belakangan dijelaskan Polri bahwa dia bukan WN China tapi mereka adalah anggota Brimob dari Polda Sumut yang diperbantukan di Jakarta.

"Yang pasti hoax ini dibuat pelakunya untuk menyebar rasa kebencian masyrakat terhadap Polri. Seakan tiada hari tanpa hoax di negeri ini," ujar Edi Hasibuan.

Atas kondisi tersebut, lanjut Edi Hasibuan, Polri dibuat sibuk hadapi hoax. Demi menjaga keamanan masyrakat dan negara, Polri harus mengklarifikasi dan juga menindak pelaku hoax. Sebab hoax ini bahaya terhadap persatuan dan kesatuan bangsa kalau dibiarkan. Dampaknya langsung mempengaruhi persepsi publik dan seringkali bisa memprovokasi massa untuk bertindak secara irrasaional.

"Sungguh membahayakan. Saat terjadi kerusuhan 22 Mei di Jakarta usai KPU mengumumkan hasil pemilu, pemerintah membatasi penggunaan medsos jenis WA, Facebook dan Istagram. Alhamdulilah, kebijakan ini begitu ampuh, situasi keamanan negeri yang tadinya membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa kembali normal," imbuhnya.

Di lain pihak, kinerja Polri dan TNI yang siang malam mengendalikan agar situasi normal banyak diapresiasi masyarakat. Karangan bunga simpati terhadap aparat keamanan yang sudah kerja dengan baik terus mengalir dari masyarakat dan menyampaikannya ke berbagai kantor polisi dan TNI. Masyarakat sepenuhnya sadar bahwa keamanan negara dan masyarakat adalah segalanya. Masyarakat tidak mau diadu domba. Pilihan boleh beda dan politik boleh panas, tetapi NKRI adalah harga mati.

"Selamat kepada Polri promoter (profesional, moderen dan terpercaya) yang akan berulang tahun ke 73. Terima kasih atas pengabdianmu yang selalu menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat dan negara selalu kami kenang. Kami bangga melihatmu bekerja dengan baik. Semoga Polri semakin dicintai masyarakat," demikian Edi Hasibuan.[aji]

ikuti terus update berita rmoljatim di google news