PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk menyatakan telah memproses permohonan restrukturisasi kredit dari debitur terdampak Covid-19. Jumlahnya mencapai 17.000 lebih debitur.
- Peminat Tinggi, BeeJay Chef Store Rangkul UMKM
- Mencari Solusi Rumah Bagi MBR
- Fasilitasi Penawaran SBR 011, bank bjb Dukung Pemulihan Ekonomi Nasional
"Sudah ada 17.000 lebih debitur yang pinjamannya sudah dilakukan restrukturisasi. Yang mengajukan permohonan restrukturisasi angkanya puluhan ribu," terang Direktur Finance, Planning, & Treasury Bank BTN Nixon L. P. Napitupulu di Jakarta, Minggu (12/4).
Sesuai arahan pemerintah dan POJK yang mengatur tentang relaksasi kredit terkait Covid-19, BTN saat ini tengah melakukan proses klasifikasi atas permohonan dari debitur kredit yang mengajukan secara online.
Hingga kini, lanjut Nixon, Bank BTN mencatatkan memiliki hampir 2 juta debitur dengan baki debet lebih dari Rp250 triliun. Adapun, belasan ribu permohonan restrukturisasi ke perseroan tersebut mencatatkan total baki debet sekitar Rp2,7 triliun.
“Jumlah tersebut mencakup debitur Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Subsidi dan keseluruhannya di bawah Rp10 miliar sesuai ketentuan OJK.”
Nixon menjelaskan permohonan restrukturisasi tersebut diajukan oleh debitur melalui restrukturisasi online yang disiapkan perseroan. Debitur BTN yang mengajukan permohonan retrukturisasi tidak harus datang ke kantor cabang tempat mereka mengajukan kredit. BTN telah menyiapkan layanan online untuk mengakomodir permohonan tersebut melalui www.rumahmurahbtn.co.id
Pasca terbitnya POJK tentang relaksasi kredit bagi debitur terdampak Covid-19, BTN telah membuka diri untuk memberikan kebijakan restrukturisasi kredit bagi debitur yang kreditnya dibiayai perseroan dan terdampak virus tersebut sehingga terganggu kemampuan bayarnya.
Namun, Nixon menegaskan tidak semua debitur dapat menikmati kebijakan tersebut. Ini sesuai arahan pemerintah dimana hanya diberlakukan bagi debitur yang benar-benar terdampak Covid-19. "Oleh karena itu bank perlu melakukan klasifikasi dan kami sudah lakukan itu," katanya menegaskan.
Melihat perkembangan penyebaran Covid-19 yang menunjukkan angka peningkatan, Nixon sangat khawatir itu akan berdampak pada debitur BTN dan pasti juga debitur bank lain yang akhirnya tidak dapat memenuhi kewajibannya untuk mengangsur karena dampak virus tersebut.
Dengan kondisi ini, Nixon mengaku perseroan melakukan revisi target pertumbuhan kredit. Untuk kredit pemilikan rumah (KPR) non-subsidi dan komersial, perseroan merevisi pertumbuhan kredit menjadi kisaran 0%-3%. Kemudian, untuk KPR subsidi, perseroan memproyeksi pertumbuhan di segmen tersebut berada pada kisaran 6%-8% bergantung pada periode berakhirnya Covid-19. Namun perseroan optimistis tetap bisa meraih laba sekitar Rp2 triliun.
"Dalam kondisi seperti saat ini perseroan lebih memilih aksi korporasi untuk lebih efisiensi, memperkuat cadangan dan likuditas agar tetap survive," kata Nixon.
Untuk memperkuat likuiditas menurut Nixon, BTN secara hati-hati melakukan pembelian surat utang pemerintah yang saat ini harganya sedang jatuh sebagai upaya dalam meningkatkan fee based income melalui transaksi treasury.
Nixon mengungkapkan, untuk dana treasury perseroan menganggarkan nilai yang cukup besar sekitar Rp20 triliun. Dana tersebut juga merupakan cadangan likuiditas perseroan. "Kondisi normal biasanya kita anggarkan sekitar Rp13 triliun dan saat ini likuiditas kita tingkatkan sekitar 30%," terang dia.
Sementara terkait kredit, dikatakan Nixon di beberapa daerah yang aman dari penyebaran Covid-19 masih tetap berjalan. Namun secara nasional permintaan turun karena kantong penyerapan kredit hampir terdampak virus tersebut.
"Kita harapkan kondisi ini tidak akan lama sehingga ekonomi dapat kembali berjalan normal dengan layanan yang dapat kita berikan dan kembali BTN dapat melanjutkan program sejuta rumah bagi masyarakat Indonesia," kata Nixon.
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- NSLIC/NSELRED - Kemendes PDTT Jembatani Pertemuan Pelaku Usaha dengan Investor
- Kawasan Industri SIER Undang Investor Malaysia Investasi di Jawa Timur
- Sudah BBM Tidak Tepat Sasaran, Harusnya Tegas Penyesuaian Sejak Dulu