- Refleksi Hari Buruh 1 Mei: Meratapi Nasib di Zaman Kalabendu
- Awas, Bahaya Laten Stereotip
- Perempuan Bukan Pion Lelaki
ChatGPT menjadi fenomena sejak November 2022. Saat pertama kali dirilis di tahun itu, nyaris seluruh media massa dan media sosial meramaikan kehadiran aplikasi yang bisa interaktif dengan pemakai. Menjawab pertanyaan pemakai secara tepat dan cepat berdasar data yang tersedia.
Kecanggihan ChatGPT ini tak bisa lepas dari perkembangan Large Language Models (LLMs). LLMs ini merupakan algoritma di dalam kecerdasan buatan atau yang kini juga akrab disebut ''Akal Imitasi'' (AI) yang dapat memahami, menganalisa dan menghasilkan bahasa manusia.
LLMs yang merupakan model jejaring saraf atau Neural Network Model yang dilatih lewat dataset teks seperti buku, artikel, beragam tulisan sehingga LLMs mampu menjalankan tugas-tugas Natural Language Processing (NLP), seperti menerjemahkan, menjawab pertanyaan dan pemenuhan teks. LLMs memakai beragam model pengubahan dan teknik-teknik Deep Learning. Melalui pelatihan agar bisa menghasilkan kata secara benar maka LLMs diyakini lebih akurat dari algoritma Machine Learning tradisional.
Perusahaan seperti OpenAI mempunyai fokus pada pengembangan LLMs tersebut. Di bawah kendali Samuel Harris Altman atau biasa disapa Sam Altman, OpenAI telah menggebrak pasar AI melalui rilis ChatGPT. Beragam liputan media massa seolah menyambut kehadiran LLMs berada di dalam ChatGPT tersebut. Diantaranya, liputan The New York Times yang menampilkan judul ''The Next Generation of AI: Large Language Models'', konten yang kira-kira bernada serupa juga ditampilkan Tha Wall Street Journal, The Economist, bahkan The Washington Post merilis judul mempertanyakan kebaikan dari LLMs.
Buku ini hasil wawancara penulisnya pada ChatGPT. Ia menanyakan berbagai hal terkait LLMs dan bagaimana masa depan AI jika persoalan yang dihadapi umat manusia kian kompleks. Jawaban demi jawaban yang diberikan ChatGPT yang mengekspresikan bagaimana hasil dari proses LLMs telah berlangsung lantas menunjukkan, bahwa AI mendorong manusia agar lebih cerdas. Akan tetapi, bantuan AI untuk manusia justru bisa disikapi pesimis. Sebab, jika semua sudah bisa dikerjakan AI, bisa-bisa banyak orang akan menganggur.
Kehilangan pekerjaan, tak ada lagi profesi yang bisa dirambah. Sebab, semua sudah dijalani dengan AI. Kegalauan ini sesungguhnya sudah pernah muncul dalam hubungan sejarah umat manusia dengan mesin. Ketika mesin yang mampu mengerjakan semua tugas atau pekerjaan manusia secara lebih efektif dan efisien. Maka, saat itu muncul rasa was-was terjadinya penagngguran massal, sebab pemilik perusahaan atau pabrik tak lagi memerlukan bantuan manusia untuk menyelesaikan sebuah pekerjaan atau tugas. Cukup semua tugas itu dijalankan mesin. Lebih efisien, lebih efektif.
Namun, kenyataan sejarah menunjukkan juga. Kehadiran mesin justru menciptakan profesi baru, dan profesi-profesi baru seperti mekanik, ahli reparasi mesin atau ahli perawatan mesin, bermunculan dimana-mana. Situasi yang sama juga akan dihadapi manusia ketika AI mulai mengerjakan profesi-profesi tradisional, misalnya penulisan naskah iklan. Saat profesi ini sudah dirambah AI, maka pekerja di bidang ini sudah seharusnya tertantang untuk menciptakan profesi baru yang belum bisa dikerjakan AI.
Buku ini ditulis dengan tiga bagian. Pada bagian pertama, penulis mengurai bagaimana kehidupan bersama LLMs. Keseharian warga yang sudah akrab dengan ChatGPT, bisa memakai ChatGPT untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dari yang paling sederhana sampai yang rumit. Jawaban ChatGPT tentu bisa memenuhi keinginan pengguna atau tidak. Untuk memperoleh jawaban yang pas, maka diperlukan ''Prompt''. Pertanyaan yang tepat, unik dan fokus. ChatGPT, ujar penulis, pada dasarnya adalah sarana yang naif dan serampangan jika pertanyaan yang diberikan tak masuk akal atau nonsens.
Pada bagian kedua, penulis menjelaskan perubahan model bahasa. Ekosistem berbahasa menyangkut kata-kata yang karib pada semantik, asosiasi, dan hubungan. Misalnya, makna sebuah kata melekat dan tertuju pada konteks dimana kata itu berada. Mekanisme berbahasa ini yang menjadi bagian penting pada LLMs. Kata, hubungan antar kata, lalu kelompok kata dalam kalimat. Semua terjalin rapi di dalam LLMs. Untuk menguji ketepatan memahami makna kata, penulis buku ini menulis beberapa kata dalam sebuah kalimat ke ChatGPT, dan jawaban ChatGPT sungguh menakjubkan. Makna kata tersebut tersaji sesuai keinginan penulis.
Pada bagian ketiga dari buku ini, penulis menjelaskan kaitan AI dan masa depan umat manusia. Ia terlihat sangat antusias menjelaskan soal ini. Sebagai mahaguru kajian biologi yang juga banyak mengkaji ilmu neurosains komputasional di University of California, San Diego, Terrence J. Sejnowski tampaknya optimis terhadap masa depan AI untuk umat manusia. Reputasinya sebagai pakar di bidang AI tak perlu diragukan lagi. Sejnowski bak filsuf dalam soal ini. Ia melihat berbagai peristiwa alam bisa dipelajari melalui disiplin biologi algoritmik. Yakni, mencari strategi penyelesaian persoalan memakai sistem biologis.
AI tak lagi menjadikan pembelajaran sebagai bagian sentral. Pada abad 20 program kecerdasan dan berbagai program lainnya yang termaktub dalam AI, membutuhkan modul sensor, motor dan perencanaan. Misalnya, modul untuk penglihatan/visi adalah menciptakan model internal dari dunia luar. Data yang bejibun dibutuhkan, program canggih diperlukan, sehingga proses penciptaan sarana baru berbasis AI bukan pekerjaan mudah. Tapi, tetap menantang bagi manusia.
Akhirulkalam, buku ini memang mengajak pembaca untuk berwisata ke jagat AI. Melihat seksama, apa yang sedang berlangsung dan perkembangan apa yang sedang dipersiapkan untuk mempermudah keseharian umat manusia. Komputer bukan lagi sekadar membantu untuk memudahkan proses-proses rumit dalam AI, tapi komputer sudah sangat memperingan keseharian manusia. Komputer sudah terkoneksi satu sama lain. Kita menonton video di televisi tanpa perlu alat tambahan karena ada bagian komputer yang ditanam dalam televisi. Begitupula dengan alat-alat lain di sekitar kita yang memudahkan kegiatan sehari-hari. Ada AI tersembunyi di dalamnya.
*Penulis adalah akademisi dan periset
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Refleksi Hari Buruh 1 Mei: Meratapi Nasib di Zaman Kalabendu
- Awas, Bahaya Laten Stereotip
- Perempuan Bukan Pion Lelaki