Kegagalan PT Asuransi Jiwasraya (Persero) dalam membayar polis nasabah yang mencapai Rp 12,4 triliun tidak lepas dari kinerja Otoritas Jasa Keuangan (OJK) RI yang amburadul.
- Sejumlah Faktor Acara Gebyar Gemoy Prabowo-Gibran di Surabaya Sepi Peminat
- Sandiaga Uno Disarankan Cari Parpol Lain agar Tidak Diusik Terus di Gerindra
- HUT PDIP Ke-50, DPC PDIP Bondowoso Berangkatkan 48 Delegasi ke Jakarta
Namun demikian, kemampuan mereka dalam pengamatan dan pengawasan masih tidak memadai. Enforcement lemah dan tidak memiliki kemampuan untuk turn-aroundâ€. Bahkan, sambung Rizal Ramli, mental birokrat di OJK masih terlalu kuat.
"Monitoring selalu kadaluarsa, tidak mampu ambil langkah preventif, rencana solusi juga sumir. Contoh: kasus Jiwasraya, OJK muter-muter doang,†ujarnya, Selasa (17/12).
Secara sederhana, Menko Perekonomian era Presiden Abdurrahman itu mencontohkan kehadiran Financial Technology (Fintech) ilegal, yang menawarkan pinjaman super tinggi. Keberadaan mereka sangat merugi konsumen.
Belum lagi gangguan dan penalti yang diberikan terhadap peminjam jika telah bayar sangat luar biasa.
"Itupun OJK tidak mampu awasi dan tertibkan. Payah,†tekan Rizal Ramli lagi.
RR, sapaan akrabnya, mengurai bahwa OJK hadir tidak lepas dari usulannya di zaman Orde Baru. Usulan itu bahkan termuat dalam sebuah artikel di Harian Bisnis Indonesia akhir tahun 1990-an.
Pendirian OJK kemudian dibahas dalam revisi UU Bank Indonesia pada tahun 2000. OJK dibahas karena digadang bakal menjadi antithesis kelemahan pengawasan BI atas bank-bank di tanah air, sehingga terjadi krisis 1998.
"Jadi UU OJK seharusnya sudah bagus, tapi pimpinan payah,†tutup mantan Menko Kemaritiman itu, dilansir dari Kantor Berita Politik RMOL. [mkd]
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Prabowo Diyakini Pilih Menteri yang Punya Kapasitas dan Kapabilitas
- Sistem Penempatan TKI Tujuan Arab Saudi Dinilai Sarat Praktik Monopoli
- Jika Jadi Bergabung, Wiranto Dapat Posisi Terhormat di PAN