Saksi Ahli Sebut Tanpa Uji Labfor- Kasus Christea Harusnya Tidak P21

Sidang dugaan pemalsuan surat domisili dengan terdakwa Christea Frisdiantara, Ketua Perkumpulan Pembina Lembaga Pendidikan Perguruan Tinggi PGRI (PPLP PT PGRI) Universitas Kanjuruhan Malang (Unikama), kembali digelar di Pengadilan Negeri Sidoarjo, Selasa (29/1).


Saksi menjelaskan, perkara kasus pemalsuan surat domisili itu dinilai substansinya tidak sesuai peruntukan, sehingga surat tersebut dinilai palsu. Namun demikian, saksi menjelaskan bahwa hal itu perlu dibuktikan dengan uji laboratorium forensik (Labfor). 

Hal ini dijelaskan saksi saat ditanya kuasa hukum Christea Frisdiantara, Bonaventura Sunu Setyonugroho terkait alat bukti sempurna yang belum diuji Labfor bila tandatangan itu tidak diakui oleh Lurah Magersari, Mochammad Arifin (pelapor).

Saksi ahli menyebut bahwa alat bukti harus dilakukan uji Labfor untuk mengetahui identik maupun tidak dalam tanda tangan di surat tersebut.

"Apabila belum diuji di Lab Forensik, maka belum dikatakan (berkas) sempurna (P21)," ucapnya dikutip Kantor Berita .

Bukan hanya sampai di situ, Sunu juga mempertanyakan bahwa Labfor itu tidak pernah dicantumkan dalam berkas BAP, sehingga surat tersebut tidak diketahui asli atau palsunya.

"Apakah bisa dikatakan menggunakan surat keterangan palsu? Kalau belum ada, apa tindakan yang dilakukan Jaksa. Bagaimana menurut ahli," tanya dia.

Saksi ahli kembali menegaskan bahwa itu perlu dilakukan uji Labfor. Bukan hanya itu, ahli juga menyatakan jaksa berhak mengembalikan berkas dengan petunjuk untuk melampirkan BAP.

Di akhir sidang, Sunu meminta agar pada persidangan berikutnya dihadirkan penyidik untuk verbal lisan terkait Labfor yang tidak dicantumkan dalam berkas.

"Kami meminta agar penyidik dihadirkan untuk verbal lisan soal uji Labfor. Mengingat penyidik telah meminta Labfor untuk menguji surat keterangan yang diakui lurah (Magersari) adalah palsu dan ketetangan Labfor telah dikirimkan ke penyidik," urainya.

Sekedar diketahui, kasus dugaan surat domisili palsu Christea berawal dari kisruh kepengurusan Unikama yang terjadi antara Soedjai dan Christea. Keduanya mengklaim sama-sama memiliki SK Kemenkumham. Yang terjadi kemudian, saling memblokir rekening tabungan, giro dan deposito milik PPLP-PT PGRI.

Soedjai dan Christea saling memblokir rekening tabungan, giro dan deposito milik PPLP-PT PGRI di Bank BNI Cabang Malang, Bank CMB Niaga Cabang Malang, Bank BTN Cabang Malang, Bank Mega Syariah Cabang Malang, Bank Jatim Malang, dan Bank BCA Cabang Malang.

Saat itu muncullah Julianto Dharmawan, mantan pengacara Christea Frisdiantara yang menjanjikan dapat memberikan bantuan hukum dan mengajukan permohonan ijin dalam rangka perubahan specimen tanda tangan pada rekening tabungan, giro dan deposito milik PPLP-PT PGRI melalui penetapan Pengadilan Negeri Malang namun pada akhirnya ditolak.

Sunu menyebut, Julianto adalah pengacara PPLP-PTGRI yang dikemudian hari diragukan integritas profesinya oleh Christea Frisdiantara dan para pengurus lainnya. Julianto menjanjikan kepada Christea dapat menguruskan penetapan dari pengadilan untuk mengurus seluruh aset PPLP-PTPGRI. Untuk mengurus itu, Julianto mendapat surat kuasa dari PPLP-PTPGRI yang ditandatangani oleh Christea dan Bendara PPLP-PTPGRI.

Awalnya Julianto mendapat dana sebesar Rp 250 juta dari Christea untuk mengurus penetapan. Namun penetapan itu tidak berhasil didapatkan oleh Julianto dari PN Malang.

Menurut Sunu, bukti pengurusan penetapan harusnya ada, tetapi saya ragu ada surat dari PN Malang yang menolak penetapan ini. Diurus atau tidak, nanti di sidang kita akan tanya.

Karena tidak bisa dilakukan di Malang, Julianto lantas mengajukan permohonan penetapan KE di PN Sidoarjo. Syaratnya, Christea membeli rumah di Sidoarjo dan memiliki surat keterangan domisili terlebih dahulu. Untuk itulah, Julianto kemudian menawarkan rumah milik Puguh agar dibeli Christea.

Seperti proses jual beli rumah yang normal, Christea kemudian melihat rumah Puguh dan disepakati kemudian Christea membayar uang muka dengan didahului Perjanjian Pengikatan Jual Beli Notariil di Sidoarjo. Setelah itu Christea diminta oleh Julianto memberikan surat kuasa kepada Puguh untuk mengurus surat domisili.

Surat Domisili tertanggal 7 Mei 2018 itu berbunyi, bahwa Christea yang beralamat di Malang bukan penduduk Magersari, namun saat ini beralamat di Magersari. Surat Domisili diperlukan untuk mengakukan KPR di bank Mandiri Syariah Sidoarjo. Surat Domisili itu diterima Puguh dari pihak Kelurahan Magersari.

Namun setelah selesai dari Lurah Magersari, oleh Puguh surat domisili itu tidak diberikan kepada Christea, tetapi langsung diberikan kepada Julianto. Lalu Julianto mengajukan permohonan kepada PN Sidoarjo.

Anehnya, draft permohonan penetapan tidak pernah dikonsultasikan kepada Christea sama sekali dan hanya diinformasikan bahwa permohonan sudah masuk dan untuk itu Christea diminta untuk menyiapkan bukti dan saksi.

Singkat kata, surat penetapan dari PN Sidoarjo diterima oleh Christea. Berbekal penetapan itu, Christea mengajukan permohonan perubahan spesimen dengan melampirkan dokumen pendukung sebagai syarat perubahan spesimen.

Menurut pengakuan Christea, pihaknya tidak pernah memberikan kuasa lagi kepada Julianto untuk ajukan penetapan di PN Sidoarjo. Surat kuasa yang dipakai oleh Julianto yang ada tandatangan Christea sendiri tidak pernah diketahui Christea.

Christea tahunya hanya satu kuasa yaitu yang tanggal 28 Maret 2018 yang ditanda-tangani berdua bersama bendahara. Itu saja.

Saat itu Christea tiba-tiba ditetapkan sebagai tersangka oleh Unit V Harda Satreskrim Polresta Sidoarjo setelah menerima laporan Lurah Magersari, Sidoarjo, Mochammad Arifin. Dalam laporan polisi nomor: LPB/304/VII/2018/Jatim/Resta SDA, dosen itu dilaporkan membuat surat palsu atau memalsukan surat keterangan domisili di Sidoarjo Kota.[aji

ikuti terus update berita rmoljatim di google news