Penempatan kata 'Cak Jancuk' kepada Presiden Joko Widodo maupun calon presiden petahana nomor urut 01, tidak pantas baik dari sisi sastra ataupun seni.
- Agar Leluasa Buat Sensasi, Baiknya Ahok Mundur dari Komut Pertamina
- Akademisi : Pentingnya Kesadaran Kaum Muda dalam Mendorong Demokrasi Indonesia Menjadi Lebih Baik
- Jelang Ramadhan, Harga Telur Ayam Naik
Menurut Taufik, dalam kesenian selalu mengedepankan estetika ketimbang etika. Tetapi etika dan estetika juga harus diperhatikan kepada siapa yang ditujukan.
"Mas Djadi juga seniman, kawan baik saya. Mungkin beliau sedang terpeleset, karena terbiasa dengan seremonial humor. Tetapi, Djadi beda dengan Cak Lontong. Yang dihadapi di depannya juga beda," kata Taufik.
Kata Jancuk, lanjutnya, memang khas Suroboyoan. Tetapi stigmanya negatif. Oleh sebab itu, tidak pantas disematkan pada presiden atau calon presiden, baik Jokowi maupun Prabowo.
"Di dunia seni kan ada sastra beretika, atau estetika sastra. Jadi, apa yang dilakukan mas Djadi, kalau dipandang dari sisi kesenian, bisa merusak image seniman," tutupnya.
Sebelumnya pada Sabtu (2/2) Alumni Perguruan Tinggi, SMA/SMK dan relawan kemasyarakatan di Jawa Timur deklarasi dukungan pada Jokowi-Ma'ruf Amin di Tugu Pahlawan Surabaya, Jawa Timur.
Dalam deklarasi itu, Jokowi mendapatkan panggilan 'Cak' dan 'Jancukan'. Spirit Cak Jancukan bagi relawan mengandung akronim adalah cakap, agamis dan kreatif (CAK). Sementara kata Jancukan adalah jantan, cakap, ulet, komitmen dan antikorupsi (Jancukan).
Pada kesempatan itu, panitia juga menyematkan pin hingga memberikan jaket jeans tanpa lengan pada Jokowi.[aji]
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Tender Listrik Blok Rokan Buka Peluang Pencari Rente
- Tangkal Hoaks, Politisi Nasdem Gandeng Emak-emak Sosialisasikan Vaksin
- Ketua Komisi II DPR: E-Voting untuk Pemilu 2024 Rawan Manipulasi Hacker