Surat Telegram Kapolri Seperti Dalam Situasi Darurat Sipil

Surat telegram (ST) Kapolri nomor ST/1100/IV/HUK.7.1./2020 yang keluar di tengah pandemik Covid-19 dinilai mengarah pada situasi darurat sipil. Pasalnya, yang diurus malah pengkritik pemerintah.


Hal ini dikatakan Direktur Eksekutif Center for Social Political Economic and Law Studies (Cespels), Ubedilah Badrun dilansir Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (10/4).

Menurutnya, surat telegram Kapolri dianggap sangat berlebihan dalam situasi persoalan kesehatan.

"Surat telegram Kapolri tanggal 4 April 2020 itu berlebihan terutama pada poin kedua langkah pertama dan langkah keempat terkait patroli siber yang di dalamnya memuat perintah untuk mengambil langkah di antaranya terhadap mereka yang dinilai melakukan penghinaan terhadap presiden atau pejabat negara," ucap Ubedilah Badrun.

Karena, kata Ubedilah, nantinya dipastikan akan adanya tafsir subjektif dari aparat maupun pejabat tentang yang dimaksud dengan penghinaan.

"Oleh karenanya ini bisa memicu kegaduhan baru di tengah-tengah masyarakat dalam situasi Pandemi Covid-19," tegas Ubedilah.

Bahkan, lanjutnya, surat telegram Kapolri tersebut juga seakan-akan sedang berada di dalam situasi darurat sipil.

"Langkah seperti itu juga bisa ditafsirkan mengarah kepada situasi darurat sipil di mana negara memata-matai warga negara secara keseluruhan termasuk lalu lintas komunikasi warga negara," jelasnya.

Selain itu, analis sosial politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ) ini pun menilai ST Kapolri tersebut bertentangan dengan prinsip-prinsip negara demokrasi.

"Lebih dari itu, langkah tersebut bertentangan dengan prinsip-prinsip negara demokrasi yang menjamin kebebasan berpendapat warga sesuai Pasal 28 UUD 1945," pungkasnya.


ikuti terus update berita rmoljatim di google news