Alutsista

Sektor pertahanan India sedang mengalami transformasi yang luar biasa, didorong oleh dorongan Pemerintah untuk ‘Atmanirbharta, yang artinya Kemandirian’ dalam bidang Pertahanan.

Capres nomor urut 1 Anies Baswedan menyatakan bahwa utang jangan digunakan untuk kegiatan yang nonproduktif, salah satunya membeli alutsista bekas oleh Kementerian Pertahanan (Kemenhan).

Sebanyak 70 persen alat utama sistem pertahanan (Alutsista) dari matra Angkatan Laut merupakan produk dalam negeri.

Keputusan Australia, Amerika Serikat, dan Inggris membentuk AUKUS sebagai Aliansi Militer di Kawasan harus disikapi secara proaktif oleh pemerintah Indonesia.

Pemerintah diminta fokus pada upaya penanganan Covid-19 di Tanah Air ketimbang mengurusi proyek-proyek ambisius seperti pembelian alutsista, infrastruktur, termasuk pemindahan Ibukota Negara.

Jurubicara Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Dahnil Anzar mencoba memberikan penjelasan mengenai strategi pembangunan sektor pertahanan di era Menhan Prabowo Subianto. 

Rapat kerja Kementerian Pertahanan yang dipimpin Menteri Pertahanan Prabowo Subianto bersama Komisi I DPR RI di Gedung Nusantara I, Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (2/6), berlangsung tertutup. 

PT Teknologi Militer Indonesia (TMI) disebut-sebut mengelola dana pengadaan alat utama sistem senjata (alutsista) senilai Rp 1.760 triliun. 

Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) mengkritik rencana Menteri Pertahanan, Prabowo Subianto, yang ingin utang luar negeri mencapai Rp 1.760 triliun untuk membeli sejumlah alat utama sistem persenjataan (Alutsista).

Pembelian alat utama sistem persenjataan (alutsista) terus menjadi topik pembicaraan di kelompok pemerhati pertahanan negara. Terlebih, baru-baru ini dimunculkan sejumlah isu terkait dugaan adanya “mister M” yang menjadi mafia dalam pembelian alutsista.

Dugaan mafia alutsista yang telah menyeruak ke permukaan masih jadi sorotan publik. Terlebih kasus ini seperti bergerak lamban untuk diketahui fakta dan kebenarannya.