Ini Alasan Korea Utara Berubah Sikap

RMOLBanten. Republik Rakyat Demokratik Korea atau Korea Utara sudah kehilangan selera untuk menggelar pertemuan antara Pemimpin Tertinggi Korut Kim Jong Un dengan Presiden AS Donald Trump. Akibatnya, Korea Utara membatalkan pertemuan pejabat tinggi negara itu dengan pejabat tinggi Republik Korea atau Korea Selatan yang dijadwalkan hari Rabu kemarin (16/5).Perubahan sikap Korut untuk sementara itu, dipicu oleh keputusan Korsel melanjutkan latihan perang bersama AS.


Bagi Korut, kehadiran tentara AS di perbatasan, apalagi dalam bentuk latihan militer bersama adalah sinyal keinginan negara itu menginvasi Korut.

Latihan Max Thunder 2018 melibatkan lebih dari 100 pesawat AS termasuk pesawat pengebom nuklir B-52 dan pesawat tempur anti radar F-22 Raptor.

Latihan digelar dari tanggal 11 Mei hingg 25 Mei mendatang di bawah supervisi pangkalan militer AS di Korsel.

Opini yang berkembang di Korut dan di tengah masyarakat internasional mengatakan bahwa latihan dalam skala besar itu memperlihatkan keinginan AS untuk terus mempertahankan sikap bermusuhan mereka terhadap Korut dengan memberikan tekanan maksimal dan sanksi melawan Korut.

Dalam keterangan kantor berita KCNA yang diterima redaksi, pemerintah Korut mengatakan, latihan militer skala besar itu merupakan tantangan terhadap Deklarasi Panmunjom yang baru ditandatangani oleh kedua pemimpin negara.

"Pihak utara dan selatan Korea dengan tulus menyatakan di dalam deklarasi itu bahwa era perdamaian baru telah tiba dan mencapai kesepakatan untuk bersama-sama memadamkan ketegangan militer dan secara substansial menghapuskan ancaman perang di Semenanjung Korea," tulis keterangan

KCNA juga mengatakan ada batas bagi mereka untuk memperlihatkan niat baik dan menawarkan peluang.

"Deklarasi Panmunjom tidak bisa dilaksanakan oleh hanya satu pihak. Ia hanya dapat berbuah apabila kedua belah pihak mau menciptakan suasana dan iklim yang memungkinkan," demikian KCNA. [dem]  RMOL. Republik Rakyat Demokratik Korea atau Korea Utara membatalkan pertemuan pejabat tinggi negara itu dengan pejabat tinggi Republik Korea atau Korea Selatan yang dijadwalkan hari Rabu kemarin (16/5).

Selain itu, Korea Utara juga sudah kehilangan selera untuk menggelar pertemuan antara Pemimpin Tertinggi Korut Kim Jong Un dengan Presiden AS Donald Trump.  

Perubahan sikap Korut untuk sementara itu, dipicu oleh keputusan Korsel melanjutkan latihan perang bersama AS.

Latihan bersama dengan skala besar yang diberi nama Max Thunder 2018 itu dipandang Korut sebagai preemptive strike.

Bagi Korut, kehadiran tentara AS di perbatasan, apalagi dalam bentuk latihan militer bersama adalah sinyal keinginan negara itu menginvasi Korut.

Latihan Max Thunder 2018 melibatkan lebih dari 100 pesawat AS termasuk pesawat pengebom nuklir B-52 dan pesawat tempur anti radar F-22 Raptor.

Latihan digelar dari tanggal 11 Mei hingg 25 Mei mendatang di bawah supervisi pangkalan militer AS di Korsel.

Opini yang berkembang di Korut dan di tengah masyarakat internasional mengatakan bahwa latihan dalam skala besar itu memperlihatkan keinginan AS untuk terus mempertahankan sikap bermusuhan mereka terhadap Korut dengan memberikan tekanan maksimal dan sanksi melawan Korut.

Dalam keterangan kantor berita KCNA yang diterima redaksi, pemerintah Korut mengatakan, latihan militer skala besar itu merupakan tantangan terhadap Deklarasi Panmunjom yang baru ditandatangani oleh kedua pemimpin negara.

"Pihak utara dan selatan Korea dengan tulus menyatakan di dalam deklarasi itu bahwa era perdamaian baru telah tiba dan mencapai kesepakatan untuk bersama-sama memadamkan ketegangan militer dan secara substansial menghapuskan ancaman perang di Semenanjung Korea," tulis keterangan

KCNA juga mengatakan ada batas bagi mereka untuk memperlihatkan niat baik dan menawarkan peluang.

"Deklarasi Panmunjom tidak bisa dilaksanakan oleh hanya satu pihak. Ia hanya dapat berbuah apabila kedua belah pihak mau menciptakan suasana dan iklim yang memungkinkan," demikian KCNA. [dzk]