Rodinda

Ilustrasi pohon tua/RMOLJatim
Ilustrasi pohon tua/RMOLJatim

SAYA teringat obrolan malam itu dengan teman. Materinya tidak biasa. Soal demo. Demo buruh, demo petani, demo emak-emak, demo ulama, hingga demo kaum terpelajar (mahasiswa) -- belakangan diikuti anak STM. 

Jadi, negara ini untuk melihat perubahan ada tiga aras: rezim, sistem dan kultur.

Perubahan rezim saja (dalam konteks di luar Pemilu) disebut kudeta. Perubahan rezim diikuti perubahan sistem disebut reformasi. Tapi perubahan (rezim, sistem, kultur) dilakukan serentak, disebut revolusi.

Di jaman Bung Karno -- Orde Lama, kita pernah melakukan revolusi. Di jaman Suharto -- Orde Baru, kita pernah melakukan reformasi.

Yang menjadi pertanyaan bagaimana semua itu bisa terjadi? Siapa dan bagaimana mereka bisa bergerak?

Kalau menurut Karl Marx yang terkenal itu, ada dua konsep pemikiran. Yaitu: materialisme dan dialektika.

Di seluruh dunia, konsep Marxisme dipakai oleh kaum proletar -- kalangan buruh, kelas rendah, orang miskin, untuk menumbangkan kapitalisme dan membawa sosialisme ke bumi manusia.

Pemikiran Marx telah mendominasi perjuangan mereka baik secara langsung maupun tidak langsung. Kendati juga banyak usaha para akademisi borjuis untuk menghapus ataupun menelikung Marxisme, namun pemikiran ini terus hadir di dalam sendi-sendi perjuangan kelas buruh.
 
Berbicara materialisme, tidak seperti obrolan kita sehari-hari soal kesenangan duniawi, hedonis, pesta-pora, dan uang di atas segala-galanya.

Bukan itu.

Materialisme Marx melihat bahwa benda-benda materi adalah dasar dari segalanya, bahwa pemikiran, ide, gagasan, semua lahir dari materi yang ada di dunia nyata.

Berbeda dengan pemikir idelis, Plato dan Hegel. Pemikir idealis selalu menganggap benda-benda materi datang dari pemikiran.

Karena itu, kaum materialisme dan kaum idealis selalu bersebrangan.

Sementara dialektika adalah satu cara pandang atas sesuatu dalam keadaan geraknya dan bukan dalam keadaan diamnya.

Dasar dialektika proses perubahan yang dinamik, yakni perubahan kuantitas dan perubahan kualitas. Proses ini seringkali tidak terlihat dan tidak bergerak dalam garis lurus, tetapi pada momen tertentu mengalami loncatan.

Dalam hubungan sosial manusia, dialektika digambarkan dalam sebuah revolusi -- perubahan kualitas. Di sini masyarakatnya tidak berubah dengan perlahan-lahan, tetapi bergerak dengan loncatan-loncatan. 

Revolusi Prancis 1789, Komune Paris 1871, Revolusi Inggris, Revolusi Rusia, hingga Revolusi Tiongkok. Semua ini mengalami perubahan yang meloncat-loncat.

Bagaimana dengan Indonesia?

Kita mengenal Rodinda (Romantika, dinamika, dan dialektika).

Perubahan kualitas masyarakat di Indonesia selalu dinamis, tapi loncatannya terkesan ke belakang.

Sebelum gerak terbentuk, masyarakat Indonesia membangunnya dengan gairah kesejarahan yang tinggi.

Kemerdekaan Indonesia tidak akan terjadi jika rakyat tidak memiliki gairah yang terbentuk dari pendahulu-pendahulunya, mulai Gajah Mada dengan Sumpah Palapanya, Pangeran Diponegoro dengan perang Jawa yang termasyhur itu, hingga Sumpah Pemuda,

Romantika selalu membangun rasa cinta rakyat, membangun kegembiraan rakyat, membangun kegairahan rakyat, dan membentuk hubungan rasa antara pemimpin dan rakyat.

Sehingga yang tumbuh adalah perjuangan yang tidak sia-sia. Hidup tidak sia-sia, mati pun tidak sia-sia. Karena dalam membeli cita-cita harus butuh pengorbanan. Sejarah telah mengabarkan itu pada mereka.

Dan, romantika selalu muncul di gugus paling depan. Baik di era revolusi maupun reformasi.

Sementara dinamika adalah gerak yang selalu berkelanjutan. Fenomena ini esensial pada segala sesuatu yang mewaktu. Alfred North Whitehead melihat bahwa segala sesuatu di dunia ini mengalami (gerak) perubahan yang konsisten.

Whitehead menyebut entitas aktual. Satu entitas aktual tidak terlepas dari aktual lainnya. Segala sesuatu yang terbentuk ada rentetan peristiwanya.

Dalam dinamika setelah romantika, setelah rakyat bergelora, mereka diarahkan pada gerakan-gerakan besar menuju satu cita-cita pembebasan.

Dinamika terbentuk atas kegelisan yang sama. Rakyat ditipu pemimpinnya, mulai kepala negara hingga birokrat. Rakyat susah, pemimpin foya-foya. Sehingga rakyat punya budi (gerak) sendiri untuk menentukan nasib sendiri.

Dinamika membuat rakyat tidak percaya lagi dengan kebijakan, aturan, undang-undang. Sebab semua dianggap tidak wajar, tidak normatif. Dinamika membuat rakyat percaya pada suatu keadaan untuk membuat perubahan dan bertekad pada satu pemikiran yang sama.

Dari dinamika, mulai ada loncatan gerak, loncatan kesadaran (dialektika) seperti yang disebutkan di atas tadi. Loncatan ini membentuk sebuah ruh. Rakyat mulai sadar setelah bergerak dalam keadaan atau kegelisan yang melingkupinya.

Rakyat bergerak seperti apa? Demonstrasi. Aksi massa. Menuntut. Mendesak. Melawan.

Pergerakan rakyat sudah memiliki nyawa. Hasilnya: revolusi, reformasi, hingga kudeta.

Itulah Rodinda, hasil pemikiran Bung Karno.

* Wartawan RMOLJatim