Doyan Lapor

Rosdiansyah/Ist
Rosdiansyah/Ist

Usai debat ketiga paslon capres-cawapres, beberapa orang melaporkan Anies ke kepolisian. Pelapor menuduh Anies menebar fitnah saat gelar debat. Tuduhan sumir itu lalu disebar kemana-mana lewat media sosial, termasuk juga lewat media massa.

Tujuan utama pelaporan itu sejatinya untuk Perang Urat Saraf (PUS). Untuk menakut-nakuti. Untuk menciptakan suasana was-was, agar warga masyarakat khawatir akan dilaporkan jika mengkritik. Itulah tujuan utama PUS.  

Apalagi, selama ini tak pernah terdengar kiprah komunitas pelapor tersebut di ranah publik. Mendadak saja muncul komunitas tersebut setelah debat capres beberapa waktu lalu. Masyarakat baru mengenal komunitas itu usai mereka melaporkan Anies ke kepolisian. Seakan-akan pelapor adalah pihak taat hukum dan ingin menegakkan hukum.  

Padahal, gelar debat itu sendiri merupakan arena resmi dari Komisi Pemilihan Umum (KPU). Tujuan debat termaktub dalam Huruf C Angka 2 Bab III tentang Fasilitasi Pelaksanaan Metode Kampanye Pemilihan Umum dari Komisi Pemilihan Umum dalam Keputusan KPU Nomor 1621 Tahun 2023.

Dalam tujuan dari Keputusan 1621/2023 itu disebut, debat adalah ''memberikan informasi secara menyeluruh kepada Pemilih sebagai salah satu pertimbangan dalam menentukan pilihannya''. KPU tidak memberi batasan informasi apa saja yang boleh dan tidak boleh untuk disebut dalam debat. Tidak ada batasan informasi. Tidak ada batasan informasi terbuka atau informasi tertutup. Tidak ada ketentuan mana informasi umum atau informasi rahasia.

Meski salah-satu capres sampai saat ini masih menjabat sebagai menteri yang artinya ia termasuk kategori pejabat publik. Namun, begitu ia masuk arena debat KPU, maka berlaku aturan KPU di atas. Tidak ada batasan informasi untuk ditanyakan kepadanya. Tidak ada kekhususan atau keistimewaan padanya.

Jadi,  sesungguhnya sangatlah biasa menanyakan segala hal dalam arena debat KPU. Dan para kontestan debat tentu sudah sangat tahu plus paham kisi-kisi debat. Dalam arena, tidak ada kekhususan atau keistimewaan pada pejabat publik. Ketika pejabat publik masuk arena debat KPU, maka ia sesungguhnya sedang menjadi kontestan pilpres. Maka, wajar jika ditanyakan hal-hal terkait apa saja yang sudah dikerjakannya selama ini.

Oleh karena itu, tabiat doyan lapor ke aparat sebenarnya menjadi tabiat yang membahayakan demokrasi. Berusaha meredam kritik. Berupaya membungkam koreksi. Sehingga, tabiat seperti itu menciptakan suasana horor untuk warga. Melabrak demokrasi. Utamanya mengotori ruang kebebasan berekspresi.

Penulis adalah Peneliti di Surabaya