Omnibus Law RUU Cipta Kerja (Ciptaker) terus mendapat penolakan dari masyarakat. Selain dinilai bakal merugikan para buruh dan pekerja, diduga ada upaya tersembunyi untuk memperkuat kekuasaan presiden.
- Tunduk pada Airlangga Hartarto, 38 DPD Golkar Tegaskan Tidak Ada Rencana Munaslub
- PDIP Tetap Pertimbangkan Erick Cawapres Ganjar
- Pengacara Aliansi '98 Hadiri Sidang Kedua Uji Materiil Mengenai Syarat Capres dan Cawapres
Seperti yang tertuang dalam pasal 170, yang menyatakan presiden bisa menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) untuk mengubah undang-undang (UU).
Pasal ini langsung mendapat kritikan keras dari banyak pihak. Hal itu jelas tidak sesuai dengan konstitusi. Sebab yang bisa mengganti atau mengubah UU hanya UU baru dan Peraturan Perundang-undangan (Perppu), yang juga harus mendapat persetujuan DPR.
Ketua Departemen Dalam Negeri Demokrat, Abdullah Rasyid mengatakan, Omnibus Law RUU Ciptaker menyebabkan terjadinya pemusatan kekuasan.
"Salah satu alasan terkuat kenapa kita harus menolak Omnibus Law adalah karena dengan UU ini terjadi pemusatan kekuasaan di tangan presiden," ucap Ketua Departemen Dalam Negeri Demokrat, Abdullah Rasyid, dilansir Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (11/3).
Abdulah Rasyid menambahkan, jika RUU Ciptaker disahkan oleh DPR maka presiden berpotensi menjadi diktator. Sebab, diskresi yang diberikan kepada presiden menjadi tidak terbatas.
"Artinya, bila masih menjabat, Presiden Jokowi potensial jadi diktator. Jika sudah tak menjabat, ada kemungkinan presiden berikutnya tak sebaik Pak Jokowi," tambahnya.
"Apakah Pak Jokowi baik atau buruk, itu tergantung selera politik kita masing-masing. Tapi, jika beliau mendukung dan mendesakkan Omnibus Law (disahkan), saya berani bilang beliau presiden buruk, yang tidak memikirkan masa depan Indonesia," demikian Abdullah Rasyid.
- Gde Siriana: Sumber Masalahnya Presiden Boneka Dikelilingi Oligarki
- HUT ke-51 PDIP, DPC Kota Madiun Tanam Ratusan Pohon
- Ini 9 Nama yang Lolos Seleksi Anggota Dewan Pers Periode 2022-2025