Pemilik Toko Pakan Ternak Terciduk Timbun Gula

Karena tidak memiliki ijin usaha perdagangan, seorang warga Desa Slambur, Kecamatan Geger, Kabupaten Madiun, diperiksa Satuan Reserse Kriminal (Sat Reskrim) Polres Madiun, Kamis (19/3).


Pria berusia 51 tahun ini diperiksa terkait dugaan menjual gula pasir tanpa memiliki ijin usaha perdagangan. Selain itu, ia juga diduga menjual gula di atas harga normal.

Mat Rohani terlihat pasrah ketika toko pakan unggas miliknya kepergok menyimpan 3,4 ton atau setara 87 sak gula pasir.

"Awalnya kita temukan 87 zak atau sekitar 4,3 ton gula pasir di toko ini. Setelah kita lakukan penyelidikan tidak ada izin usaha perdagangan. Selain itu menjual dengan harga yang tidak sesuai harga normal," terang Kapolres Madiun, AKBP Eddwi Kurniyanto di lokasi kejadian dikutip Kantor Berita RMOLJatim.

Kronologis kejadian dari penjelasan Kapolres, terlapor mendapatkan gula dari salah satu pabrik gula (PG) sejumlah 20 ton pada bulan Juni hingga September 2019. 

Sampai sekarang, sudah terjual 10 ton. Pada 14 Maret 2020 kemarin ambil lagi 9 ton dan laku terjual. Soal harga, gula yang seharusnya dijual Rp 12.500 per kilogram, oleh terlapor dijual seharga Rp 15.200 per kilogram.

"Kalau tidak kita temukan bisa saja itu dijual Rp 16 ribu sampai Rp 17 ribu. Kalau menjual gula, ya harus punya ijin usahanya. Karena ijin usahanya tidak ada dalam hal perdagangan menjual gula. Ini kan toko yang digunakan untuk jualan pakan burung," tegas AKBP Eddwi Kurniyanto.

Dasar hukum yang disangkakan adalah Pasal 106/107 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 tahun 2014 tentang perdagangan dengan ancaman 4 tahun penjara.

Kapolres menyampaikan pihaknya bersama satgas pangan akan terus memantau harga sembako. Terlebih, dalam kondisi Pandemi Covid-19 seperti saat ini disinyalir rawan penimbunan ataupun penjualan bahan pokok di atas harga normal.

Mat Rohani si pemilik toko meminta keadilan, menurutnya selain dia ada sekitar 200 orang petani yang mendapatkan gula dari PG dengan mekanisme yang sama dengannya. Yakni, dari 100 persen setoran tebu, dia mendapat 80 persen uang tunai, 15 persen tetes dan 5 persen gula natural.

"Satu PG ada kisaran 200 petani yang seperti saya. Semua yang punya induk di PG pasti dapat gula dengan sistem seperti saya. 80 persen uang tunai, 15 persen Tetes. Cuma Tetes diuangkan sama PG, jadi uangnya 95 persen, dan yang 5 persen gula natural," jelas Mat Rohani memelas.

Rohani berharap, pemerintah bisa berlaku adil dengan memberikan perlindungan terhadap petani. Karena kalau petani tidak ada yang menanam tebu, maka harga gula akan mahal.