Perppu Corona Jadikan Penguasa Setengah Dewa: Otoriter, Tidak Demokratis, Dijamin Selalu Benar

Perppu Nomor 1 Tahun 2020 mengatur tentang kebijakan keuangan negara dan stabilitas keuangan untuk penanganan pandemi Covid-19 atau disebut Perppu Corona, telah disahkan menjadi UU. Sayangnya hingga kini masih menimbulkan konflik di masyarakat.


Setelah diterbitkan pada akhir Maret 2020 lalu, Perppu tersebut langsung digugat ke Mahkamah Konstitusi.

Ada tiga pemohon, yakni Perkumpulan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) dan kawan-kawan, Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) Amien Rais dan kawan-kawan, serta aktivis Damai Hari Lubis.

Dalam rapat paripurna ke-15, Selasa (12/5) lalu, usai DPR mengesahkan Perppu tersebut menjadi undang-undang, Damai Hari Lubis yang mencabut gugatannya. Namun permohonan Amien Rais dan kawan-kawan serta MAKI tetap dilanjutkan.

Menurut pengamat politik, Mohammad Trijanto, yang membuat Perppu Corona menjadi kontrovesi adalah imunitas hukum pejabat negara.

Pada Pasal 27 Perppu 1/2020 terdiri dari tiga ayat. Pada ayat dua berbunyi: Anggota KSSK, Sekretaris KSSK, anggota sekretariat KSSK, dan pejabat atau pegawai Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, serta Lembaga Penjamin Simpanan, dan pejabat lainnya, yang berkaitan dengan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini, tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana jika dalam melaksanakan tugas didasarkan pada iktikad baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.

“Pasal 27 Perppu 1/2020 inilah yang memicu masalah. Menjadikan pejabat seperti manusia setengah dewa lantaran tidak bisa dituntut dan dipidana,” terang Trijanto pada Kantor Berita RMOLJatim, Minggu (17/5).

Ditambahkan Trijanto, kekebalan hukum yang diperoleh pejabat melalui pasal tersebut memang sangat mencederai rasa keadilan masyarakat. Hal ini juga bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum.


“Pasal-pasal tersebut akan menjadikan penguasa atau pejabat seperti setengah dewa, yakni otoriter, tidak demokratis, dan dijamin tidak khilaf atau salah (selalu benar),” tutupnya.