Pilkada Era New Normal Tak Ubahnya Mencari New Koruptor

Pilkada serentak 2020 di masa transisi new normal Covid-19 tak beda dengan pemilihan kepala daerah sebelum-sebelumnya, yakni sebagai ajang mencari new koruptor.


Demikian disampaikan aktivis antikorupsi, Mohammad Trijanto pada Kantor Berita RMOLJatim, Minggu (21/6).

“Pilkada tak ubahnya ajang mencari koruptor baru (new koruptor) yang setiap saat para pemenangnya harus siap mental ditangkap oleh KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) atau penegak hukum lainnya,” terang Trijanto.  

Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengungkapkan banyaknya kepala daerah yang terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK disebabkan saat mencalonkan diri mereka sudah mengeluarkan modal selangit. Sehingga mereka akan berusaha mengembalikan modal selama menjadi kepala daerah.

Tito mengaku pihaknya mengaku menerima informasi ongkos untuk maju menjadi kepala daerah setingkat bupati mencapai Rp 30 miliar.

"Teman-teman menjadi bupati itu membutuhkan Rp 20 sampai Rp 30 miliar. Wali Kota pasti lebih lagi, bagaimana dengan gubernur," ujar Tito dalam webinar, Sabtu (20/6) lalu.

Kalau logikanya seperti itu, kata Trijanto, maka konsep demokrasi yang saat ini dilaksanakan sudah gagal total.

“Gerakan reformasi 1998 tidak berhasil mengantarkan demokrasi yang diimpikan. Sebab semua gagal total. Demokrasi yang ada justru melahirkan tirani baru berwatak korup di daerah-daerah,” jelasnya.

“Padahal dalam konsep demokrasi, pemimpin itu lahir dari, oleh dan untuk rakyat. Tapi faktanya, pemimpin lahir karena kekuatan modal,” tambahnya.

Menjadi pemimpin saat ini, lanjutnya, bukan investasi politik dan kesadaran politik rakyat yang dikelola dengan baik, tapi kekuatan modal yang mengatur segalanya.

“Dengan kekuatan modal ini, opini publik terbentuk tentang seorang pemimpin baru,” pungkasnya.