Harga Anjlok, Petani Garam di Probolinggo Menjerit

foto/rmoljatim
foto/rmoljatim

Adanya kemarau basah, membuat petani garam di Kabupaten Probolinggo resah. Pasalnya, pada panen kali ini, harga garam anjlok dibandingkan dua tahun lalu. Sebab, pada tahun 2018, harga garam berkisar Rp 2000 sampai Rp 2500 perkilogram. 


"Memang hawanya panas. Akan tetapi selalu dibarengi dengan hujan. Air hujan itu, kalau bercampur dengan air laut tua atau garam yang mengkristal, bisa menurunkan kadar asin garam," katanya, H Syamsul Arifin Alfatoni, seperti dikutip Kantor Berita RMOLJatim, Jum'at (2/10) siang.

Menurutnya, harga garam di pasaran semakin merosot. Selain karena kualitas garam yang buruk. Juga adanya dampak wabah pandemi Covid-19 ini. Sehingga banyak garam yang tak laku dijual.

"Ini garam saya dibandrol harga Rp 750. Yang jelas omset dan biaya produksi tidak imbang. Tentu ruginya sudah jelas di depan mata," tandasnya. 

Selain itu, pada musim panen garam kali ini, ia hanya bisa menghasilkan garam sebanyak 4-5 ton perpetak. Jauh dari sebelumnya, ia bisa memanen garam hingga 15 ton perpetaknya. Padahal, lahan yang dimiliknya lebih dari 10 hektare. 

"Tidak sampai separo. Bahkan di bawah separo. Jangan tanyak ruginya. Jelas ruginya besar ini," tuturnya. 

Sementara itu, Kepala Bidang Perikanan Dinas Perikanan setempat Heri Pus Sulistiono mengatakan, sebenarnya harga Rp 500 sampai Rp 600 perkilogram itu sudah termasuk tinggi. Dibandingkan pada dua minggu lalu, harganya berkisar Rp 400 sampai Rp 500 perkilogram.

"Harga segitu sudah tinggi, sudah naik dibanding  2 Minggu yang lalu hanya 400-500," ungkapnya. 

BEP produksi  garam itu Rp 350 kilogram. kalau harganya Rp 500 perkilogramnya, berarti keuntungan sudah 40 persen dari biaya produksi. Dan, lanjutnya, dibanding Madura harganya 250-350 perkilogalram. 

"Harga garam di Probolinggo akan cenderung naik, petani garam mulai menahan garam untuk tidak dijual dan juga minggu lalu sudah ada hujan di Kalibuntu," ungkapnya.