DPRD Jatim Sebut Perkawinan Anak Di Jatim Meningkat Tajam

Hikmah Bafaqih/net
Hikmah Bafaqih/net

Wakil Ketua Komisi E DPRD Jawa Timur Hikmah Bafaqih menyebutkan perkawinan anak di Jatim meningkat tajam. Menurutnya hal ini terlihat dari izin dispensasi usia menikah pada pengadilan agama di Jatim. 


"Saat ini sedang kita kaji karena saat ini kan masa pandemi Covid-19, yang harusnya anak-anak dalam kondisi penuh pengawasan orang tua karena sekolah di rumah, kenapa kok justru meningkat,” ujar Hikmah saat melakukan kunjungan kerja bersama anggota Komisi E lainnya ke Panti Sosial Petirahan Anak (PSPA), Jumat (9/10).

Menurut Politisi PKB ini berdasarkan pengalamannya sebagai pendamping anak, pernikahan anak ini kebanyakan diikuti oleh kekerasan seksual. Bukan perkawinan alami, tapi menurutnya karena married by accident.

“Nah kenapa pada masa pandemi ini justru naik, ini yang sedang kita cari penyebabnya,” katanya.

Hikmah mengatakan untuk Madura merupakan daerah tertinggi kekerasan seksual. Bahkan menurutnya pelakunya tidak sedikit dari tokoh masyarakat.

“Ini harus ada intervensi dari provinsi. Kalau sebuah kabupaten/kota tidak ada layanan, menurut Komisi E Pemprov wajib hadir. Ada pembiaran pada pernikahan dini dan kekerasan seksual di Madura,” jelasnya.

Sementara itu anggota Komisi E lainnya, Mathur Husyairi mengatakan di Madura kasus  kekerasan seksual seperti pemerkosaan memang terus meningkat. Ia menyayangkan 4 kabupaten di Madura ini belum memberikan tempat yang aman bagi korban-korban kekerasan seksual maupun kekerasan terhadap anak ini.

“Untuk Bangkalan memang sudah dianggarkan, tapi lahannya belum disiapkan. Kami berharap Pemprov Jatim hadir. Minimal di Madura ada satu tempat untuk menampung para korban ini yang nantinya bisa digunakan untuk rehabilitasi menghilangkan trauma,” katanya.

Politisi PBB ini menambahkan pihaknya sudah beberapa kali melakukan pendampingan kepada korban-korban kekerasan seksual. Kebanyakan saat dipanggil untuk sidang, biasanya korban ini mendapatkan ancaman jika tidak dikawal dengan ketat.

“Jadi kami berharap Bu Gubernur Khofifah bisa menganggarkan UPT khusus untuk anak-anak yang menjadi korban ini,” tuturnya. 

Sementara itu Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Kependudukan (DP3AK) Jatim Andriyanto mengatakan membenarkan kekerasan terhadap perempuan dan dispensasi perkawinan anak meningkat.

Berdasarkan data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA) per tanggal 2 Oktober ada 1.221 kekerasan perempuan dan anak, 730 diantaranya pada anak. Sementara itu 49,2 persen kekerasan seksual disusul kekerasan psikis baru fisik. Kemudian 61 persen kekerasan itu ada pada rumah tangga.

“Ini fenomena gunung es, bisa jadi yang tidak lapor banyak sekali, ini yang harus diwaspadai,” katanya. 

Andri menambahkan untuk perkawinan anak di Jatim tahun 2019 sebanyak 11,1 persen. Akan tetapi menurutnya tahun 2020 ini bisa jadi meningkat. “Yang paling tinggi adalah Surabaya hingga saat ini sudah mencapai 12.500 dispensasi perkawinan,” ungkapnya.

Lebih lanjut Andri mengatakan dispensasi perkawinan anak adalah misalnya usia menikah perempuan minimal 19 tahun, kalau misalnya dibawah usia itu atau sudah berhubungan suami istri maka pengadilan agama harus memberikan dispensasi.

“Ini tidak bisa menyalahkan pengadilan atau orangnya, tapi yang harus diturunkan adalah penyebabnya. Bisa jadi penyebabnya adalah faktor pendidikan maupun pekerjaan. Untuk menurunkan ini kita bekerja sama dengan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional  (BKKBN).