Dualisme Partai, Solusinya Bikin Partai Baru, Pengadilan Atau Kompromi

Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) saat berkunjung ke kediaman Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI, Jusuf Kalla (JK)/Ist
Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) saat berkunjung ke kediaman Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI, Jusuf Kalla (JK)/Ist

Perpecahan partai politik tidak hanya terjadi saat ini. Beberapa tahun ke belakang sejak era reformasi 1998 juga pernah terjadi. 


Demikian disampaikan mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam program Catatan Demokrasi, di TV One, Selasa malam (16/3).

"Memang kalau suatu partai itu mengalami masalah, konflik internal, maka ada beberapa (solusi) pilihan berdasarkan pengalaman," kata JK. 

Ia memberi contoh, penyelesaian konflik internal partai berdasarkan pengalaman yang ada, seperti PDI yang pecah hingga melahirkan PDI Perjuangan saat jaman Megawati Soekarnoputri dan Golkar pada saat itu melahirkan PKPI kemudian PKS yang pecah lalu melahirkan Partai Gelora, PAN yang pendirinya Amien Rais mendirikan Partai Umat, PKB dan PPP yang juga pernah pecah. 

"Demokrat kita tidak tau, apa yang entah nanti mau dibikin, itu terserahlah. Tapi solusinya (bikin) partai baru atau ke Pengadilan," tekan JK. 

Atau, sambung dia, penegakan hukum pemerintah dengan melihat mekanisme dan aturan yang berlaku terhadap partai politik. 

"Pemerintah harus netral, dan menjalankan betul-betul aturan undang-undang yang ada. Dan tentu juga sesuai dengan AD ART partai itu sendiri," ujar JK. 

"Nah terakhir bisa kompromi, berdamai, seperti yang terjadi pada Golkar dulu Agung, Ical dan sekarang ini di PPP Djan Faridz dan Suharso Manoarfa," pungkas JK seperti dimuat Kantor Berita Politik RMOL.