WFH Jadi Celah Bagi Peretas Curi Data Masyarakat

Webinar Sandikami Mania Series#11/Ist
Webinar Sandikami Mania Series#11/Ist

Kebijakan work from home (WFH) di masa pandemi Covid-19 menimbulkan efek negatif dari sisi keamanan siber. Keleluasaan dan aktivitas online yang sering menjadi jalan bagi peretas untuk mencuri data pribadi masyarakat demi keuntungan kelompok mereka.


Hal tersebut diungkapkan Plt Kepala Pusat Operasi Keamanan Siber Nasional Badan Siber dan Sandi Negara, Adi Nugroho dalam Webinar Sandikami Mania Series#11 di Kota Bandung, Jumat (23/4).

“Selama pandemi corona jumlah hacker meningkat. Jadi tingkat exposure dan kemungkinan kita diserang online semakin meningkat," kata Adi Nugroho dilansir dari Kantor Berita RMOLJabar.

"Banyaknya waktu kosong selama WFH menimbulkan celah untuk melakukan peretasan, banyak orang mencari konten tentang hacking di waktu senggangnya,” tambahnya. 

Adi mengungkapkan, di masa pandemi banyak peretas mengubah situs layanan publik menjadi layanan kejahatan. Selain karena memang rentan, hal ini dapat terjadi karena pengelola tidak merawat dengan baik.  

Sebelum pandemi, mayoritas peretas beraksi hanya mengubah halaman muka situs publik. Namun ketika pandemi datang, peretas sampai melakukan monetisasi pada aksi peretasannya.

“Kasus peretasan banyak hanya mengubah halaman muka situs publik, tapi tidak mendapat perhatian, akhirnya si pelaku mencuri data pribadi untuk melakukan monetisasi agar mendapat point credit,” ungkapnya.

Sementara itu, Dosen STEI ITB, Budi Raharjo menegaskan berlatih, berkoordinasi, dan merespons cepat adalah kunci dari penyelesaian sebuah insiden peretasan. 

"Pemerintah harus berbagi resources untuk menyelesaikan insiden, yang menangani insiden harus diawaki oleh setidaknya lima orang,  juga harus berlatih dalam menangani insiden dan tunjuk koordinator untuk berkoordinasi ketika ada insiden misalnya peretasan web, jadi pergerakan cepat," jelasnya.

Budi menjelaskan, peretasan dan insiden keamanan adalah sebuah keniscayaan dalam sebuah sistem IT. Hal terpenting adalah kecepatan dalam merespons insiden tersebut.

“Yang membedakan adalah kapan terjadinya, seberapa besar efeknya, seberapa mahir kita mengatasinya dan yang paling penting adalah seberapa cepat respon kita dalam mengatasinya,” tandasnya.