Aneh, 75 Pegawai KPK Nonaktif Mau Saja Dipolitisasi

Koordinator TPDI Petrus Selestinus/Net
Koordinator TPDI Petrus Selestinus/Net

Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) sekaligus Advokat Peradi Petrus Salestinus merasa aneh dengan sikap 75 pegawai KPK tak lolos Test Wawasan Kebangsaan (TWK) yang kemudian dinonaktifkan dan membiarkan dirinya untuk dipolitisasi.


"Fenomena yang aneh, membiarkan dirinya dipolitisasi dan dijadikan sebagai alat bargaining oknum-oknum tertentu," kata Petrus dalam keterangan tertulis, Rabu (26/5). 

Ia kemudian membeberkan apa yang dimaksud dirinya sebagai politisasi ketika 75 pegawai KPK nonaktif itu berkolaborasi dengan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menyampaikan laporan atau pengaduan tentang dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh Pimpinan KPK terkait 75 pegawai KPK yang dinonaktifkan pasca tidak lulus Test Wawasan Kebangsaan (TWK).

Dalam laporan itu, YLBHI dan 75 Pegawai KPK nonaktif, telah merumuskan ada delapan poin yang dinilai sebagai bentuk pelanggaran HAM berupa pembatasan HAM. 

"Langkah YLBHI patut disesalkan, karena YLBHI, justru terjebak sebagai "sutradara" sedangkan 75 Pegawai KPK nonaktif sebagai "aktor" dalam dramaturgi politisasi hukum," sesal Petrus. 

Apa yang dilakukan oleh YLBHI tersebut, sambung Petrus tidak selaras dengan visi dan misi YLBHI sebagai lokomotif Demokrasi dan HAM, karena YLBHI mengesampingkan konstitusinalitas "pembatasan HAM" yang dipersoalkan 75 Pegawai nonaktif KPK (pasal 28J UUD 45) sebagai pelanggaran Ham. 

"Maka langkah Asfinawati (Direktur YLBHI) membawa YLBHI dalam kasus penonaktifan 75 Pegawai KPK ke Komnas HAM dengan dasar terjadi Pembatasan HAM, jelas hanya sebagai dramaturgi dan langkah sesat," imbuhnya. 

Padahal seharusnya, YLBHI tahu bahwa prinsip negara hukum yang demokratis dimanapun adalah setiap warga negara harus tunduk pada pembatasan HAM oleh UU demi menjamin HAM orang lain. Artinya tidak ada seorangpun warga negara, dapat seenaknya menggunakan 100 persen HAM-nya, melainkan ia harus tunduk pada pembatasan HAM oleh UUD 45 dan UU.

"Konstitusionalitas Pembatasan HAM seseorang diatur dalam pasal 28J UUD 45, dengan tujuan semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, kemanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat yang demokratis," demikian Petrus Salestinus dimuat Kantor Berita Politik RMOL.