Keributan TWK KPK Telat Karena UU Sudah Disahkan

Foto ilustrasi/Net
Foto ilustrasi/Net

Sejumlah pihak yang membuat heboh karena menolak alih status pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi aparatur sipil negara (ASN), dinilai sudah terlambat.


Pakar hukum tata negara dari Universitas Gadjah Mada, Andi Sandi mengatakan, protes terkait 51 pegawai KPK yang tidak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) sudah telat. 

Menurutnya, alih fungsi pegawai KPK menjadi ASN merupakan proses inisiasi dari perubahan UU KPK, yang di dalamnya mengatur bahwa seluruh pegawai KPK harus ASN. 

"Nah, saya kalau melihat keributan hari ini sebenarnya itu telat, keributannya baru muncul sekarang. Kenapa saya katakan telat, karena mereka sudah paham sejak awal UU ini ditetapkan,” ucap Andi Sandi dilansir Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (28/5). 

Dalam proses pembentukan UU KPK, Andi merasa heran dengan sejumlah pihak yang kontra dengan perubahan status pegawai KPK, karena tidak melakukan pengujian ke Mahkamah Konstitusi (MK) dan akhirnya pemerintah mengeluarkan PP 41/2020. 

“Ingat ya, ini sudah hampir satu tahun lebih ya, dari 2019, 2020, kemudian keluar PP 41 /2020. Nah, PP ini adalah turunan langsung dari UU 19/2019,” imbuhnya. 

Dia menambahkan, dalam pasal 6 PP 41/2020 sangat jelas dikatakan bahwa tata cara pengalihan pegawai KPK dari posisi sebelum perubahan untuk menjadi ASN itu diatur lebih lanjut oleh peraturan KPK. 

“Artinya kemudian, semua proses itu diserahkan kepada KPK bagaimana pengaturannya kan. Nah, kawan-kawan ini yang 75 ini masih bagian dari KPK. Kenapa dalam proses pembentukan itu, tidak ada negosiasi, tidak ada diskusi,” katanya. 

Karena itu, Andi mempertanyakan permasalahan yang muncul saat ini terkait TWK. Sementara pada sebelumnya tidak ada diskusi atau masukan mengenai problematika proses pembentukan peraturan KPK 1/2021. 

“Meskipun keputusan akhir ada di komisioner, tetapi keributannya itu harusnya sudah muncul sejak itu dong (proses pembentukan peraturan KPK) kalau memang tidak ada kesepakatan di antara mereka," papar Andi. 

"Ketika ada keberatan terhadap hal ini, kan bisa saja mereka ketika keluar peraturan 1/2021 mengajukan JR (judicial review) ke MK. Artinya ada solusi-solusi secara hukum yang bisa dilakukan sebelum kerubutan belakangan,” sambungnya. 

Andi mengutip pasal 3 peraturan KPK 1/2021 yang di dalamnya lima tahapan untuk menentukan seorang pegawai KPK. 

Pertama tahapan penyesuaian jabatan-jabatan menjadi jabatan ASN sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. 

Tahap kedua identifikasi jenis dan jumlah pegawai KPK. 

Ketiga pemetaan kesesuaian kompetensi dan kualifikasi serta pengalaman pegawai KPK dengan jabatan ASN yang akan diduduki. 

“Keempat pengalihan pegawai KPK menjadi PNS, dan tahapan terakhir penetapan kelas jabatan. Nah, yang diributkan oleh kawan-kawan ini hanya tahap yang ke empat. Tiga proses tahapan sebelumnya itu apakah bisa dilakukan tanpa tahapan ke empat, diloncat gitu? Enggak mungkin. Harusnya satu dua tiga itu dilakukan dulu baru masuk tahap ke empat,” jelasnya. 

“Itu yang dari tadi saya katakan bahwa ini keributannya telat. Kalau ibaratnya itu airnya sudah sampai ke leher baru minta kering,” tandas Andi Sandi.