Bansos Covid-19 Malang Jadi Temuan BPK, LSM Pro Desa Soroti Mutu Beras

Achmad Khoesaeri, Koordinator LSM Pro Desa/RMOLJatim
Achmad Khoesaeri, Koordinator LSM Pro Desa/RMOLJatim

Bantuan sosial (Bansos) terdampak Covid-19 bagi masyarakat Kabupaten Malang pada tahun 2020 yang dilakukan oleh Dinas Sosial (Dinsos) Pemerintah Kabupaten Malang, yang merupakan program JPS dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Timur (Jatim) menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI.


Seperti yang tertuang dalam laporan hasil pemeriksaan (LHP) tahun 2021, tentang kelebihan pembayaran senilai Rp 862.500.000 dari tiga tahap, sebagai biaya pengemasan dan distribusi pada proses pengadaan bahan pangan, diantaranya beras, telur dan minyak.

Namun, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Pro Desa lebih fokus menyoroti soal mutu beras yang didistribusikan. Pasalnya, pihaknya sempat menemukan adanya beras bansos yang dinilai kualitasnya kurang baik.

"Bagi kami (Pro Desa), bukan hanya temuan BPK tersebut. Akan tetapi, sisa problematika bansos itu terbanyak di lapangan, yaitu tentang mutu barang. Karena kami pernah menemukan beras bansos yang mutunya kurang baik, atau tidak sesuai dengan spek mutu yang telah ditentukan," ungkap Achmad Khoesaeri selaku Koordinator LSM Pro Desa, saat dihubungi Kantor Berita RMOLJatim via telphone seluler, Senin (13/9).

Bahkan, pria yang akrab disapa Khoesaeri mengimbau dengan tegas, masyarakaat penerima bantuan untuk tidak segan menolak beras yang diberikan. Apabila kualitasnya jelek atau bahkan rusak.

"Apabila beras yang mereka terima jelek, atau rusak kualitasnya. Masyarakat harusnya, langsung menolak. Kami juga  mengimbau Dinsos untuk memonitor dengan sungguh-sungguh. Karena mungkin banyak rekanan atau suplier beras yang nakal," tandasnya.

Sedangkan, soal temuan BPK tersebut, menurut Khoesaeri, bisa saja pidana muncul jika ditemukan kerugian negara. Atau menurutnya, jika BPK melaporkan temuan tersebut kepada pihak aparat penegak hukum (APH), baik Kepolisian ataupun Kejaksaan.

"Itupun jika memang sudah ada kerugian negara. Tapi bisa saja hal tersebut adalah kesalahan dalam perancanaan. Jadi, perencanaannya yang layak dipertanyakan. Bagaimana mereka merencanakan dan menghitungnya," tuturnya.

Sementara terkait sisa lebih anggaran yang menjadi temuan BPK, Khoesaeri menyebut bahwa pihaknya lebih sepakat dengan sikap Inspektorat, yakni permasalahan selesai dengan pengembalian anggaran. 

Namun menurutnya, bukan berarti berhenti disitu saja.