HAM Indonesia: Sesuai Konstitusi, KPK Jangan Takut Pecat 56 Pegawai Tak Lolos TWK

Aksi Himpunan Aktivis Milenial (HAM) Indonesia mendukung pemecatan 56 pegawai KPK tidak lolos TWK di depan gedung KPK, Kamis (16/9)/Ist
Aksi Himpunan Aktivis Milenial (HAM) Indonesia mendukung pemecatan 56 pegawai KPK tidak lolos TWK di depan gedung KPK, Kamis (16/9)/Ist

Himpunan Aktivis Milenial (HAM) Indonesia sejak awal mendukung langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam memberhentikan 56 pegawai yang tidak memiliki integritas dan kapabilitas, utamanya dalam menjunjung wawaan Pancasila, UUD 1945, dan Bhinneka Tunggal Ika.


Selama ini memang perdebatan soal Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) KPK sebagai proses alih status kepegawaian menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) terus meruncing. 

Menurut Koordinator HAM, Rohmatullah saat menggelar aksi bersama ratusan massa di depan gedung KPK, Kamis siang (16/9), polemik soal TWK ini terus menjadi senjata untuk menyudutkan kebijakan pemecatan kepada 56 pegawai: 50 pegawai tidak lulus tes TWK dan 6 uzur pada pelatihan bela negara dan pendidikan wawasan kebangsaan. 56 pegawai tersebut sedianya akan diberhentikan dengan hormat per 30 November 2021. 

"TWK memang menjadi prosedur konstitusional lembaga sebagaimana telah diatur UU No 19 Tahun 2019 tentang KPK, UU No 5Tahun 2014 tentang ASN,  dan PP Nomor 41 tahun 2020 tentang Pengalihan Pegawai KPK menjadi ASN," ujar Rohmatullah dalam keterangannya sebagaimana dikutip Kantor Berita RMOLJatim.

Bahkan, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dan Mahkamah Agung (MA) menyebut, TWK tak bertentangan dengan perundang-undangan.

Dikatakan Rohmatullah, sebanyak 51 pegawai mendapatkan nilai buruk dari tiga aspek asesmen TWK: aspek pribadi, pengaruh, dan PUNP (Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Pemerintah  yang Sah). Sementara 6 lainnya tidak mengikuti pendidikan wawasan kebangsaan sebagai bagian integral uji seleksi ASN KPK. 

"Tentu saja, aspek terakhir TWK memiliki peran fundamental yang tak bisa ditawar, dan masalahnya, 56 pegawai tersebut buruk di aspek PUNP," urainya.

Lagipula pemberhentian 56 pegawai, lanjutnya, sudah sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo dan amanat Mahkamah Konstitusi (MK) untuk tidak merugikan pegawai KPK dalam alih status menjadi ASN. 

"Frasa ‘tidak merugikan’ bukan  berarti bahwa semua harus dialih statuskan jadi ASN. 56 pegawai masih bisa  tetap bekerja hingga 30 September 2021. Termasuk, hak-hak kepegawaian

mereka tidak pernah dirampas. Apalagi, proses alih status kepegawaian menjadi 

ASN sudah sesuai dengan amant konstitusi dan perundangan yang berlaku," tandasnya.

Bila dicermati, TWK memang menjadi mekanisme lazim yang harus dilalui oleh pegawai pada instansi pemerintah. 

Ditambahkan Rohmatullah, TWK KPK tentu saja sangat normal karena ada ribuan karyawan yang berhasil lolos dan hanya sebagian kecil yang tak

memenuhi syarat. Klaim bahwa 75 pegawai tak lolos tes adalah paling integritas dan kritis, juga tak masuk akal dan terkesan mengada-ada. 

"Kami menduga polemik TWK makin meruncing, salah satunya, akibat dari ego sektoral kelompok tertentu yang ‘sakit hati’ karena namanya masuk didaftar 56 orang yang diberhentikan," sebutnya.

Menyebut TWK KPK inkonstitusional, menurut Rohmatullah, tentu tak masuk akal. Apalagi, klaim bahwa TWK adalah proses seleksi yang diskriminatif justru menjadi sumbu untuk memecah belah dan polarisasi simpati publik dalam mendukung kerja KPK ke depan. 

"KPK seperti terus diintervensi oleh barisan ‘sakit hati’ dengan terus menyulut amarah publik dengan menganggap TWK KPK sebagai instrumen politis. Padahal, klaim tersebut hanya klaim sepihak sebagai cara  untuk mengadu-domba," imbuhnya.

Karena itu HAM Indonesia meminta publik dan elemen masyarakat harus hati-hati dalam membaca kisruh soal pemecatan 56 pegawai KPK. Masyarakat tak perlu membuat hal ini sebagai masalah besar yang justru kontraproduktif karena percaya pada tudingan tak berdasar oknum dan kelompok tertentu. 

"Publik wajib terus memberikan  dukungan terhadap 94 persen pegawai yang lolos dalam rangka pendistribusian  mereka dalam sub kewenangan KPK ke depan, baik pencegahan, penanganan, dan penegakan. Dengan begitu, kinerja KPK tidak akan terganggu dalam memberantas kejahatan rasuah di Indonesia," pungkasnya. 

Dalam kesempatan itu,  HAM Indonesia mengambil sikap sebagai berikut:

Pertama, bersihkan KPK dari pegawai gagal anti Pancasila;

Kedua, Pegawai tak lolos TWK jangan jadi pecundang bermental kolonial.

Ketiga, KPK jangan diintervensi, pecat 56 pegawai sekarang juga.

Keempat, lawan segala tindakan adu-domba pemecah belah bangsa.

Kelima, dukung KPK fokus berekrja berantas rasuah di Indonesia.