Denda Hutang Capai Ratusan Juta ke Koperasi, Wanita Pegawai Warung Mengadu ke Dinkop

Sumiati  didampingi LBH saat mengadu ke Dinkop Kabupaten Malang/ RMOLJatim
Sumiati didampingi LBH saat mengadu ke Dinkop Kabupaten Malang/ RMOLJatim

Denda hutang ke Koperasi mencapai ratusan juta, Sumiati (49) wanita asal Kota Malang, yang bekerja sehari-hari sebagai pegawai di salah satu warung makan mengadu ke Dinas Koperasi (Dinkop) Pemerintah Kabupaten Malang. Senin (27/9)


"Kedatangan kami ke kantor Dinas Koperasi ini ingin mengadu dan mencari solusi mas. Karena denda hutang saya di Koperasi mencapai sekitar 190 juta per hari ini," ujar Sumiati dengan didampingi oleh lembaga bantuan hukum nasional indonesia (LBHNI)/ LPKNI.

Terhadap Dinkop, Sumiati mengungkapkan, awalnya memiliki hutang ke salah satu koperasi "WS" di Kecamatan Pakisaji, Kabupaten Malang sejumlah uang total Rp 60 juta, dengan menjaminkan surat tanah berupa sertifikat rumah pada tahun 2018 lalu.

Dari hutang sejumlah uang total Rp 60 juta tersebut, Sumiati harus mengangsur  uang sebesar Rp 2,6 juta di setiap bulannya, selama waktu 36 kali.

Namun di tahun 2020, Sumiati mengajukan restrukturiasi kredit karena merasa tidak mampu membayar, akibat pandemi Covid-19. Akan tetapi, ia tak mendapat kabar sama sekali dari pihak koperasi.

"Di tahun 2020 saya mengajukan keringanan pembayaran, karena tidak memiliki uang untuk membayar angsuran akibat pandemi Covid-19, dan penyebabnya warung sering tutup. Namun, pada pertengahan Bulan Tahun 2020 tiba-tiba saya dikirimi surat oleh koperasi untuk membayar tagihan uang sebesar Rp 146 juta. Padahal saya, mulai tahun 2018  hingga tahun 2019 sudah membayar angsuran hampir separuh dari pinjaman," tuturnya.

Setelah mendapatkan surat somasi itu, Sumiati didampingi LBHNI mendatangi koperasi WS untuk mengklarifikasi dan meminta rincian dari jumlah Rp 146 juta. Namun pihak koperasi tidak bisa menjelaskannya.

"Kedatangan kami ke Koperasi ingin mengklarifikasi dan meminta rincian atas denda hutang Bu. Sumiarti. Namun pihak Koperasi tidak bisa menunjukkannya. Selain itu, kedatangan kami berusaha melakukan upaya pelunasan, agar hutang tidak semakin membengkak. Sedangkan kedatangan kami di hari ini, 27 September 2021 hutang plus denda menjadi Rp 190 juta. Kami pun kaget," kata Dedi Sutejo, S.H dan Fauzia Irnani, SH, selaku kuasa hukum dari LBHNI dan LPKNI saat mendampingi Sumiati.

Tak hanya itu, lanjut Fauzia, setelah dilkukan klarifikasi ke pihak koperasi, ternyata Ibu Sumiarti ini bukanlah anggota dari koperasi, namun hanya calon anggota.

"Harusnya Ibu Sumiarti diakui sebagai anggota. Namun ini tidak, beliau hanya calon anggota. Jika calon anggota, kenapa pihak koperasi berani meminjamkan uang sebesar itu," paparnya.

Sementara itu, Hendri Yudho yang mengaku salah satu pimpinan koperasi tersebut, mengakui telah benar melayangkan somasi kepada Sumiati. Dan enggan berkomentar banyak.

"Iya benar, tapi somasi itu berdasarkan perjanjian. Tapi maaf mas, saya masih repot, saya banyak pekerjaan," terangnya.

Menanggapi hal itu, Kepala Dinas Koperasi dan Usaha Mikro, Pantjaningsih Sri Redjeki mengatakan, bahwa pihaknya akan memanggil pihak Koperasi bersangkutan, untuk mengklarifikasi hal tersebut.

"Berpedoman terhadap aturan kementrian koperasi, maka kita akan melihat RAT (rapat anggota tahunan) nya, sudah sesuai atau tidak," ungkap wanita berjilbab dengan memakai kacamata tersebut di kantornya.

Lebih jauh, wanita yang akrab dipanggil Pantja itu menyampaikan, soal sehat dan tidaknya koperasi. Maka Dinas Koperasi akan melakukan pengecekan untuk melihat datanya.

"Soal sehat dan tidaknya koperasi tersebut, akan kami lakukan pengecekkan terhadap RATnya. Kalau sudah dicek RATnya, baru bisa dinyatakan koperasi ini sehat atau tidak. Selain itu, masuk dalam pengawasan biasa atau pengawasan khusus, yang mana nanti ada kategorinya di dalam penilain kesejahtesan koperasi yang berdoman dengan aturan sesuai Kementrian Koperasi. Kalau di Kabupaten Malang ada kurang lebih 556 koperasi yang sudah melakukan RAT, dari 1338  keseluruhan koperasi," tandasnya.

Disinggung, apakah lazim pihak koperasi WS telah menggunakan metode perjanjian  surat sertifikat yang dinotarialkan terhadap anggotanya, Panjta menegaskan, merupakan hal yang tidak lazim, karena hal itu mengikat anggotanya. 

"Biasanya tidak lazim, meskipun diperbolehkan, itu namanya mengikat anggota. Mangkanya kami sampaikan, kebanyakan koperasi simpan pinjam (KSP) dan usaha simpan pinjam (USP) koperasi sering kali memberikan layanan anggota diluar anggota yang aktif. Berbeda dengan seperti koperasi wanita (Kopwan) kalau bukan anggota tidak akan dilayani," jelasnya.

Selain itu, lanjut Pantja, mengenai kepengurusan koperasi tersebut akan dilhat," biasanya KSP fan USP dipegang oleh manger. Sedangkan pengurus dan pengawas dipegang oleh pemilik. Ini yang keluar dari prinsip-prinsip koperasi. Dan tentu hal itu harus dilakukan dengan melihat data," bebernya

Terakhir, Pantja menambahkan, tekait pengajuan restrukturisasi harusnya bisa, karena pandemi Covid-19. Apabila ditemukan pelanggaran yang menabrak aturan, maka akan ada sanksi.

"Mengenai pengajuan restrukturisasi harusnya bisa, karena Pemerintah memberikan program itu akibat Pandemi Covid-19. Mangkanya KSP dan USP  kami dorong menjadi keuangan mikro OJK, karena pengawasan dari Dinas Koperasi lemah. Jika nantinya koperasi tersebut terbukti melanggar aturan, sanksinya seperti pembekuan izin," pungkasnya.