Gandeng Lembaga Independen Asesmen Pejabat, Pengamat Puji Langkah Wali Kota Surabaya

Dr Falih Suaedi/ ist
Dr Falih Suaedi/ ist

Langkah Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi yang melakukan asesmen untuk kebutuhan pengisian beberapa jabatan di organisasi perangkat daerah (OPD) Pemkot Surabaya, dinilai sebuah langkah progresif. Meski sebenarnya pengisian jabatan merupakan hak perogratif wali kota.


Menurut pakar manajemen SDM Universitas Airlangga (Unair), Dr Falih Suaedi, Wali Kota Eri tengah mencari semacam “second opinion” untuk mengisi jabatan.  Hal itu didapat dengan cara asesmen yang melibatkan lembaga independen dan dilakukan secara netral.

"Sebenarnya mengisi jabatan ini kan haknya wali kota, yang membahas bersama Baperjakat (Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan). Nah asesmen ini bagian dari second opinion di luar birokrasi. Itu langkah progresif dan bagus serta fair," ujar Falih, dikutip Kantor Berita RMOLJatim, Rabu (29/9).

Mantan Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unair periode 2015-2020 ini mengatakan, untuk memilih pejabat menduduki jabatan sesuai karakter seseorang itu sangat sulit. Salah satu caranya adalah dengan asesmen, karena di dalamnya ada tes-tes yang harus dilalui, termasuk tes psikologi dan wawancara.

Jika ingin lebih modern lagi, kata Falih, bisa menggunakan prinsip penilaian kinerja 360 derajat. Yakni asesmen yang lebih detail lagi unsurnya dengan melibatkan kolega hingga bawahan pejabat yang melakukan asesmen.

"Untuk mencari karakter yang sesuai dengan pekerjaan itu tidak mudah. Dengan tes psikologi dan wawancara saja kurang. Harus melibatkan kolega pejabat yang bersangkutan hingga anak buah atau stafnya. Caranya dengan membuat kuesioner atau wawancara langsung. Itu lebih akurat lagi, karena sulit untuk bisa bohong," paparnya.

Prinsip 360 derajat ini, kata Falih, sudah diterapkan untuk sertifikasi dosen. Sehingga yang diasesmen bukan hanya dosen yang bersangkutan, tapi juga kolega dosen lainnya hingga mahasiswanya.

"Sekali lagi, ini merupakan langkah positif wali kota yang harus diapresiasi. Karena mencari pejabat yang bukan sekadar berdasarkan kompetensi ijazah atau pelatihan-pelatihan tapi juga berdasarkan bakatnya. Karena memang mencari pejabat yang karakter individu dengan karakter pekerjaanya itu klop susah," ungkapnya.

Jika hanya berdasarkan syarat-syarat normatif, kata Falih, badan kepegawaian memiliki rapor yang lengkap. Namun wali kota tak ingin hanya syarat-syarat normatif itu, tapi dipilih pejabat yang sesuai karakter individu dengan pekerjaannya.

“Jadi asesmen ini sudah sangat tepat, meskipun masih bisa dipertajam lagi dengan prinsip 360 derajat," tegasnya.

Jika sudah mendapat pejabat seperti yang diinginkan wali kota, lanjutnya, team work dalam bekerja akan terbentuk. Apalagi Eri Cahyadi berulang kali menyatakan di media, jika Surabaya dibangun berdasarkan gotong royong, dibangun bersama-sama dan bukan one man show.

“Kepemimpinan team work itu kepemimpinan yang modern. Tapi itu tidak mudah. Wali kota harus pandai merangkul semua untuk bekerja bersama-sama. Mulai dari yang paling bawah yakni RT, RW, lurah, camat, kepala dinas, asisten, sekda yang mau bekerja bersama,” ungkapnya.

Hasil kerja secara sinergi, lanjutnya, hasilnya akan menjadi lebih luar biasa. Bukan 1 + 1 hasilnya 2, tapi bisa 8 atau bahkan 10. “Sekarang ini, jika ada kepala daerah yang mengaku programnya sukses karena dia, itu tidak mungkin. Pasti ada orang-orang disekitarnya juga ikut bekerja keras. Wali Kota Surabaya telah mengambil langkah untuk bekerja bersama-sama. Dan itu sudah benar,” tandasnya.