ASEAN dan Korea Siap Bangkit Bersama Pasca Pandemi Covid-19, NSP Diperbarui Menjadi NSP Plus

Pengumuman Juara III Essay Writing Competition yang digelar oleh Korean Center of RMOL pada Selasa, 2 November 2021/RMOL
Pengumuman Juara III Essay Writing Competition yang digelar oleh Korean Center of RMOL pada Selasa, 2 November 2021/RMOL

PRESIDEN Korea Selatan (Korea), Moon Jae In (Moon) secara resmi mengumumkan sebuah kebijakan luar negeri baru, yakni New Southern Policy (NSP) pada tahun 2017 lalu.

Pemerintahan Moon mengambil inisiatif NSP atau Kebijakan Baru Ke Arah Selatan mengingat adanya kompleksitas hubungan antara Korea dan empat negara mitra terbesarnya, yaitu Amerika Serikat (AS), Rusia, China, dan Jepang serta permasalahan keamanan di Semenanjung Korea.

Pun NSP menjadi alternatif kebijakan yang digagas oleh pemerintahan Moon sebagai tonggak utama strategi pembangunan nasional Korea. Melalui NSP, Korea berusaha untuk memperluas hubungan ekonomi, sosial, dan budayanya dengan bermitra bersama ASEAN dan India.

Negara-negara anggota ASEAN dan India sebagai negara target NSP merupakan mitra yang juga sudah lama menjalin hubungan diplomatik dengan Korea, yang mana dalam lima tahun terakhir menunjukkan peningkatan yang siginifikan dalam bidang perekonomian. Hal ini menjadi salah satu alasan mengapa kemudian ASEAN dan India dipilih menjadi mitra Korea dalam kebijakan ini.

NSP sendiri dijalankan sesuai dengan tiga pilar utamanya, yakni people, prosperity, dan peace (3Ps).

Pilar “people”menandakan hubungan Korea, ASEAN, dan India sebagai sebuah komunitas yang berfokus pada rakyat dengan hubungan “people to people” dan “minds to minds” dalam setiap agendanya.

Pilar “prosperity” menandakan komunitas dengan kerjasama ekonomi saling menguntungkan di masa depan guna mewujudkan kemakmuran bersama, serta pilar “peace” menandakan komunitas yang mendukung agenda keamanan dan perdamaian regional.

Pemerintah Korea secara resmi membentuk komite kepresidenan khusus untuk NSP pada tahun 2018, yang mana selama tiga tahun terakhir beberapa program utama telah diperkenalkan dan dijalankan.

Sebagai sebuah inisiatif yang tergolong baru dalam perkembangan kebijakan luar negeri Korea, pemerintahan Moon telah melihat adanya perubahan dinamis pada konstelasi politik dunia saat ini. ASEAN utamanya, merupakan regionalisme di Asia Tenggara yang menjadi tujuan banyak perusahaan multinasional untuk mendirikan anak perusahaan dan menginvestasikan sahamnya.

Dengan total populasi penduduk 640 juta orang, GDP (Gross Domestic Product) sebesar 2,92 triliun dolar AS, dan tingkat pertumbuhan ekonomi 5,1 persen per tahun 2018, kawasan ini menjadi yang paling potensial dari kawasan manapun di dunia. Oleh karena itu, melalui kemitraan NSP, ASEAN dan Korea diharapkan dapat menjadi kekuatan baru dalam perekonomian global.

Sayangnya, di tahun 2020 pandemi COVID-19 mewabah hampir di seluruh negara di dunia, tak terkecuali Korea dan negara-negara anggota ASEAN. Virus jenis baru yang pertama kali muncul di Kota Wuhan, China ini secara cepat menyebar yang pada akhirnya mengharuskan arus pergerakan manusia lintas batas negara diberhentikan sementara.

Dampak dari berhentinya mobilitas manusia ini menyebabkan perkembangan GDP dunia mengalami penurunan yang sangat signifikan hingga menyentuh presentase -17,19 persen menurut data IMF (International Monetary Fund) karena arus perdagangan antar negara yang tersendat akibat pembatasan sosial.

Di dalam negeri sendiri, perekonomian nasional juga mengalami penurunan yang drastis akibat banyaknya perusahaan besar maupun kecil yang pada akhirnya harus memberhentikan kegiatan operasionalnya bahkan memecat karyawannya karena tidak mampu bertahan di tengah pandemi COVID-19. Jumlah kasus terinveksi virus COVID-19 yang terus bertambah setiap harinya juga menjadi pekerjaan lain bagi pemerintah setiap negara dalam mengatasi wabah ini.

Pada bulan Maret tahun 2020, pemerintah Korea mendapat pujian dari WHO (World Health Organization) dan banyak negara karena berhasil menekan angka kasus terinveksi virus COVID-19 di negaranya. Berawal dari jumlah kasus ratusan, Korea berhasil menekan jumlah kasus menjadi puluhan dengan tingkat kesembuhan 48 persen dan tingkat kematian 1,5 persen.

Salah satu strategi yang dilakukan oleh pemerintah Korea adalah dengan tes massal yang kita kenal dengan rapid test untuk screening awal infeksi virus ini. Melihat keberhasilan Korea ini, banyak negara di dunia juga ingin memiliki peralatan tes ini di negaranya. Namun, karena jumlah kasus terinveksi virus yang kembali melonjak di negaranya, pemerintah Korea pada akhirya hanya memprioritaskan tiga negara yang mendapatkan bantuan ini, yakni AS, Uni Emirat Arab, dan Indonesia.

Dipilihnya Indonesia sebagai penerima peralatan tes ini jelas merupakan bentuk nyata pemerintah Korea dalam mengimplementasikan NSP. Indonesia sebagai negara anggota ASEAN adalah mitra utama Korea di Asia Tenggara, yang dibuktikan dengan status special strategic partenership atau kemitraan strategis khusus kedua negara terhitung sejak tahun 2017 lalu.

Komitmen bersama sejak dinaikkannya kemitraan strategis dan diluncurkannya NSP bisa kita lihat sebagai usaha Korea untuk mendorong ekonomi negaranya agar lebih mandiri dan menaikkan kembali geliat perekonomian domestik Korea yang sedang lesu agar terevitalisasi. Ketika kemudian Indonesia dan negara-negara anggota ASEAN lainnya juga terdampak akibat pandemi COVID-19, maka jelas Korea harus mengambil keputusan bijak untuk turut serta mengatasi kemunduruan ekonomi yang diakibatkan oleh pandemi ini.

Oleh karena itu, langkah awal pemerintah Korea untuk memprioritaskan Indonesia dalam hal bantuan peralatan tes COVID-19 ini adalah pilihan yang tepat. Setelahnya, pemerintah Korea juga memberikan bantuan masker dan APD (Alat Pelindung Diri) bagi tenaga kesehatan di negara-negara anggota ASEAN secara berkala.

Lebih dari itu, pemerintah Korea memperkuat komitmennya dengan ASEAN melalui pembaharuan NSP menjadi New Southern Plus (NSP+) pada bulan November tahun 2020 lalu. Versi upgrade dari NSP ini adalah respon yang diberikan pemerintah Korea atas mewabahnya pandemi virus COVID-19 yang memberikan dampak buruk pada banyak bidang kerjasama, terutama bidang ekonomi bagi Korea dan ASEAN.

Terdapat tujuh inisiatif baru yang ditambahkan ke dalam NSP+, yakni kerjasama yang komprehensif dalam hal kesehatan publik pasca pandemi COVID-19; membagikan informasi terkait model pendidikan ala Korea dan dukungan terhadap pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM); memprioritaskan pertukaran budaya dua arah; membangun dasar hubungan saling menguntungkan dalam hal perdagangan dan investasi yang berkelanjutan; mendukung pengembangan infrastruktur desa dan perkotaan; kerjasama dalam hal industri masa depan untuk kemakmuran bersama; serta kerjasama terkait promosi keselamatan dan perdamaian di tingkat internasional.

Dari pembaharuan kebijakan ini, dapat dilihat bahwa pemerintah Korea secara kompleks memasukkan elemen-elemen, seperti kesehatan, pendidikan, dan pengembangan SDM. Tiga elemen ini jelas sangat penting bagi pemulihan ekonomi suatu negara. Pandemi COVID-19 tidak hanya menimbulkan dampak buruk bagi sektor kesehatan publik saja, tetapi secara tidak langsung mencerminkan tantangan ekonomi yang sebenarnya bagi Korea dan negara-negara anggota ASEAN. Pun sesuai dengan pilar “prosperity” yang menandakan ASEAN dan Korea adalah komunitas dengan kerjasama ekonomi saling menguntungkan di masa depan guna mewujudkan kemakmuran bersama, pengalaman di masa krisis akibat pandemi COVID-19 sekarang ini diharapkan dapat berubah menjadi sebuah peluang di masa depan bagi ASEAN dan Korea.

*Penulis merupakan Juara III Essay Writing Competition dengan tema "ASEAN-Korea Cooperation Onwards" yang digelar oleh Korean Center of RMOL