Gus Imin, Wow!

Gus Imin (Muhaimin Iskandar) saat debat Cawapres/Ist
Gus Imin (Muhaimin Iskandar) saat debat Cawapres/Ist

GUS Imin (Muhaimin Iskandar) tampil memukau pada debat kedua calon wakil presiden (cawapres), 21 Januari 2024. Mengawali prolog, ia menyebut Pendiri Nahdhatul Ulama (NU) Hadratus Syaikh Hasyim Asy'ari sebagai rujukan saat mengurai signifikansi petani sebagai penolong negeri. Lalu, Gus Imin mengkontraskan pada situasi keseharian petani hari ini saat negara dan pemerintah abai terhadap nasib petani dan nelayan.

Bertajuk pembangunan berkelanjutan, sumber daya alam, lingkungan hidup, energi, pangan, agraria, masyarakat adat dan desa, Gus Imin terlihat begitu percaya diri menjabar kontras-kontras dalam keseharian petani. Kepemilikan lahan garapan yang minim untuk petani sungguh kontras dibanding kepemilikan lahan jumbo yang diberikan negara kepada satu orang. Gus Imin menyoal ketimpangan dan ketidakadilan ini.

Food Estate yang digadang-gadang rezim, juga tak luput dari kritik Gus Imin. Ditegaskan, Food Estate terbukti mengabaikan petani, meninggalkan masyarakat adat, menghasilkan konflik agraria, bahkan merusak lingkungan. Krisis lingkungan terjadi dimana-mana dan bencana ekologis sedang berlangsung.  Gus Imin lugas menyebut ini. Mengatasi krisis tersebut tidaklah bisa sekadar dengan membuat ''Great Sea Wall'', tapi dibutuhkan etika.

Etika lingkungan, tegas Gus Imin, yang berinti pada keseimbangan. Bukan bertujuan menaklukkan alam, tapi diperlukan keseimbangan. Dicontohkan, dalam mengatasi krisis iklim saat ini, justru tak tertangani secara serius. Anggaran untuk mengatasi krisis ini masih jauh di bawah anggaran sektor-sektor lain. Maka, pembangunan di Indonesia harus bertumpu di atas keadilan. Seperti, keadilan iklim, keadilan ekologi, keadilan antar generasi, keadilan agraria, dan keadilan sosial.

Untuk menegakkan keadilan, rakyat harus terlibat. Pemerintah hanyalah pelaksana dari kehendak rakyat. Maka, desa harus menjadi titik tumpu pembangunan. Petani, nelayan, peternak serta masyarakat adat harus menjadi aktor utama dalam program pengadaan pangan nasional. Reforma agraria harus menjadi kepastian redistribusi lahan untuk petani. Termasuk dalam soal energi baru terbarukan, Gus Imin menegaskan pentingnya menaikkan target. Bukan menurunkan target. Dan kunci dari semua itu adalah perubahan.

Menyimak prolog Gus Imin ini serasa mendengar orasi aktivis yang dulu acap menggelegar di mimbar-mimbar akademis. Gus Imin memang punya rekam jejak panjang di dunia aktivis mahasiswa. Ia memang organisatoris cum orator. Setelah itu, ia terjun ke dunia riset. Sebagai penulis, ia juga telah menerbitkan sejumlah buku yang menggulirkan gagasan-gagasan seputar keadilan, perbaikan serta perubahan. Jadi, tidaklah heran ketika menyimak uraiannya kali ini, terlihat jejak aktivismenya masih melekat.  

Suguhan substansi debat antara Gus Imin dan Profesor Mahfud memang bermanfaat bagi publik. Keduanya menjabar gagasan untuk Indonesia yang lebih baik. Dan memang, debat yang baik adalah debat yang menyuguhkan substansi. Bukan atraksi.

Peneliti di Surabaya