Transparansi

Rosdiansyah/Ist
Rosdiansyah/Ist

SAYA perlu menegaskan soal transparansi karena masalah ini terasa masih kurang diperhatikan oknum-oknum pejabat publik selama ini. Betapa banyak pertanyaan publik terkait transparansi yang justru pertanyaan-pertanyaan semacam itu dianggap berbahaya oleh oknum pejabat publik. Alasannya, menyangkut kerahasiaan informasi dan data negara. Intinya, transparansi dikonfrontasikan pada kerahasiaan. Ini tak menunjukkan ciri negara demokrasi.

Di negara-negara otoriter, klaim pejabat publik seperti itu sering menjadi tameng menghindari desakan transparansi. Bagi pejabat publik terkait, kerahasiaan informasi dan data menjadi prioritas, maka bersikap transparan dianggap berbahaya. Mengklaim kerahasiaan sebagai yang utama dan meminggirkan desakan publik agar transparan.

Akibatnya, banyak praktek lancung terselubung di balik klaim kerahasiaan itu. Publik tidak bisa menelisik apa yang sesungguhnya telah terjadi. Semuanya tertutup dari sorotan publik. Tidak terbuka. Publik cuma diberitahu sebuah kebijakan. Menutupi praktek kongkalikong yang melibatkan orang dalam.  

Padahal, publik berhak tahu. Apalagi naiknya rasa ingin tahu publik tak bisa dihalangi, maka sikap tertutup serba rahasia dari pejabat publik tentu menjadi tabiat kurang baik. Sungguh janggal, pada satu sisi publik ikut membiayai pembangunan lewat pajak yang dibayar, tapi di sisi lain, oknum-oknum pejabat publik ogah bersikap terbuka pada publik saat ditanya soal belanja pembangunan hasil dari pajak tersebut. Transparansi kontra kerahasiaan.

Sejatinya, pemerintah yang benar-benar ingin meningkatkan transparansi belanja publik harus  berhenti membuat hambatan-hambatan yang dibuat-buat. Contohnya, angka-angka yang menyesatkan dan mengganti belanja publik langsung dengan belanja negara. Patut diingat, bukan hanya kuantitas transparansi saja yang penting, melainkan jenis transparansi yang berbeda akan mempunyai dampak yang berbeda pula terhadap pencapaian tujuan kebijakan publik. Seperti, pengadaan alutsista memadai.

Michael Power dalam bukunya ''The Audit Society: Rituals of Verification'' yang terbit pada 1999 menyebut transparansi berkait pada kemampuan mengaudit dan penyingkapan. Semakin canggih cara-cara mengaudit, maka kian canggih pula penyingkapan terhadap belanja publik. Perkembangan teknologi juga ikut mempengaruhi pertumbuhan minat publik pada transparansi. Perubahan teknologi, seperti pertumbuhan internet, teknologi pengawasan dan perkembangan media ikut mengubah situasi, khususnya dengan cara pandang publik terhadap negara.

Oleh karena itu, ketertutupan serta kerahasiaan yang begitu berlebihan sejatinya berlawanan dengan prinsip negara demokratis. Selain pratisipasi publik, transparansi merupakan prinsip utama pada negara demokratis. Tanpa transparansi, maka bisa dipastikan praktek lancung bernegara bakal tumbuh subur.

Peneliti di Surabaya